Sejarah Jamaah Tabligh: Jejak Dakwah Melawan Fitnah
Situs ini berusaha untuk menyediakan Sejarah Jamaah Tabligh (atau Jemaah Tabligh) yang paling komprehensif dan otentik, dengan sumber yang lengkap. Jamaah Tabligh (atau dikenali jugak sebagai Jemaah Tabligh) adalah nama tidak resmi yang diberikan kepada gerakan Islam transnasional yang berfokus pada kebangkitan Iman (Iman) Muslim dan kembali ke Sunnah Nabi SAW.
Jamaah Tabligh telah diasakan pada November 1926 (Bersamaan Jamadil Awwal 1345) oleh Maulana Ilyas Kandhelwi, seorang Guru Madrasah berusia 40 tahun yang memiliki keresahan dan kerisauan yang membara terhadap kondisi massa umat Islam.
Tatkala November 2023 (Jamadil Awwal 1445), Jamaah Tabligh akan mencapai usia 100 tahun menurut Kalender Islam.
Kronologis Peristiwa
Kronologi ini diambil dari berbagai sumber otentik dan juga kompilasi Maulana Abdulrahman Cirebon Indonesia.
1886 – Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandhalawi bin Maulana Muhammad Ismail lair di Kanda, Muzhaffar Nagar, Uttar Pradesh, India, dengan nama asli Ilyas Akhtar.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/14
1898 Februari 2 – Lahir Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya Kandhalawi bin Maulana Muhammad Yahya, bertepatan dengan 10 Ramadhan 1315 H. Pada masa kelahirannya, Maulana Ismail berseru, “Alhamdulillah, penggantiku telah tiba!” Dan pada tahun itulah Maulana Ismail, ayah Maulana Ilvas wafat.
Sumber: Seerah Maulana Yahya, hlm. 294
1917 Maret 20 – Lahir Maulana Muhammad Yusuf Kandhalawi bin Maulana Muhammad Ilyas.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/80
1918 Februari 8 – Maulana Ilyas mulai tinggal di masjid Banglawali, Basti (kampung) Nizhamuddin menggantikan saudaranya; Maulana Muhammad bin Maulana Ismail, yang sebelumnya menggantikan ayahnya; Maulana Ismail dan Maulana Muhammad kakanya yang telah memulai menghidupkan amalan masjid Banglawali.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/24
Ketika Maulana Ismail datang ke Nizhamuddin, kondisi di kampung Nizhamuddin hanya ada sebuah masjid kecil yang disebut masjid Banglawali dengan sebuah kamar kecil di dalamnya. Di dekat kawasan masjid, ada sebuah Dargah (pekuburan) Nizhamuddin Awliya dengan beberapa rumah warga di sekitarnya. Sedangkan empat penjuru sekitarnya adalah hutan belantara, gelap dan suram. Maulana Ilya selain sibuk dengan mengajar anak-anak yang sungguh-sungguh mau belajar dalam keadaan mujahadah yang berat, beliau juga selalu asyik menghabiskan waktunya berjam-jam untuk dzikir dan berkhalwat kepada Alah.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: 1/26
Maulana Zakariyya menulis; “Sebelum Tablighnya, pamanku; Maulana Ilyas selalu beri’tikaf di masjid dekat kuburan Humayu. Masjid itu sangat terpencil. Siang hari saja sangat menakutkan. Air pun tidak ada. Beliau akan bersama tiga atau empat orang muridnya yang biasa membawakan air dengan lotta, mendirikan shalat berjamaah di masjid itu. Dan selesai shalat berjamaah, mereka akan kembali ke Nizhamuddin.”
Sumber: Maulana Zakariyya our Unka Khulafa Kiram: 1/571
1918 Februari 20 – Lair Maulana In’amul Hasan Kandhalawi bin Maulana Ikramul Hasan di Kandla, Muzhaffar Nagar, U.P., India.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/172
1922 – Lahir H. Abdul Wahab di Delhi, India. Beliau di antara lima orang pertama yang berbay’at kepada Maulana Ilyas Kandhalawi untuk memberikan seluruh hidupnya demi agama. Beliau juga Khalifah empat Thariqat Maulana Shah Abdul Qadir Raipuri. Saat ini, beliaulah orang awwalun yang sanadnya paling bersambung dengan tiga Hadhratji, yaitu: Maulana Ilyas, Maulana Yusuf, dan Maulana In’amul Hasan.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 156
1920s – Maulana Ilyas gelisah melihat ketidakberagamaan umat Islam pada umumnya, bahkan di kalangan Santri Darul Uloom. Satu hari, seorang pemuda dihadapkan ke hadapan Maulana dengan ucapan pujian bahwa dia telah menyelesaikan hafazan Al-Qur’an di Maktab Mewat ini-dan-itu. Maulana terkejut ketika mengetahui janggutnya telah dicukur dan tidak seorang pun dapat mengetahui dari penampilan atau pakaiannya bahwa dia adalah seorang Muslim.
Sumber: Hayat dan Misi Maulana Ilyas – S Abul Hasan Ali Nadwi
1926 April 29 – Haji yang kedua Maulana Ilyas ke tanah suci bersama Maulana Khalil Ahmad Saharanpuri dan alim ulama lainnya.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/31
1926 Juli 20 – Pasca haji, mash di Madinah al-Munawwarah, menjelang pulang ke India, Maulana Ilyas mengalami suatu kegelisahan yang luar biasa. Beliau ingin tinggal lebih lama lagi di Madinah a-l Munawwarah. Mengenai hal ini, Maulana Saharanpuri bermusyawa- rah kepada jamaahnya. Beliau berkata, “Kita menunggu bersama Maulana Ilyas di sini atau kita pulang tapa Maulana Ilyas?” Akhirnya diputuskan untuk menunggu bersama Maulana Ilyas di Madinah, sampai hati beliau benar-benar tenang.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/31
1926 – Pada satu malam, di Kota Suci Madinah, Maulana Ilyas tertidur di dalam Masjid Nabawi di Raudhah. Maulana Ilyas bermimpi berjumapa Nabi SAW menyuruhnya untuk “Kembali ke India karena Allah SWT akan mengambil pekerjaan untukmu”.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/31
1926 November – Maulana Ilyas kembali ke India dari haji dan secara resmi memulai usaha Da’wa dan Tabligh pada usia 40 tahun.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/31
1930 – In’amul Hasan mulai tinggal serta muqim di Nizhamuddin bershuhbah dan berkhidmat kepada Maulana Ilyas. Usia beliau ketika itu 13 tahun.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/222, 248
1930 April 28 – Untuk pertama kalinya kerja dakwah dan tabligh dibentangkan oleh Maulana Ilyas di hadapan para ulama dan santri Mazhahir Ulum Saharanpur pada acara majelis tahunan Pondok Pesantren Mazhahir Ulum. Setelah selesai acara, Maulana Ilyas berjaulah ke masyarakat umum. Dan ternyata setelah dilakukan jaulah ke atas orang-orang yang shalat dan yang tidak shalat, orang yang hadir lebih banyak daripada yang hadir di majelis tahunan tadi.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/33
1932 – Pembentukan jamaah pertama di Mewat. Dua jamaah terbentuk. Satu jamaah diamiri oleh Hafizh Maqbul Hasan dikirim ke Kandhla, dan jamaah kedua diamiri oleh Mulwi Dawud Mewati dikirim ke Raipur, Saharanpur.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/40
1933 April 25 – Lahir Maulana Ibrahim Dewla di Devla, Jamboosar, Bharuch, Gujarat.
Sumber: Wacana Maulana Ibrahim Devla, Maulana Abdul Aziz Abdur Ghafoor
1934 Agustus 2 – Musyawarah besar-besaran Maulana Ilyas dan Maulana Zakariyya bersama seluruh tokoh masyarakat, ulama, pejabat daerah, Miyaji, Munsyi, dan sebagainya untuk merumuskan program dakwah dan tabligh. Akhirnya diputuskan enam sifat inti sebagai dasar pelajaran selama fi sabilillah.
Sumber: Dzikru Zakariyya, hlm. 505
Materi pertama kali yang disampaikan oleh Maulana Ilyas dalam pembinaan iman dan amal ada sampai 30 hingga 60 poin. Namun dengan berjalannya waktu, akhirnya Maulana Ilyas menetapkan bahwa materi Jamaah Tabligh 6poin saja. Semuasisanya terkandung di dalam 6 poin tersebut.
Sumber: Sawanih Hadhratii Tsalits:I/36
1939 November 8 – Lahir Maulana Haroon Kandhalawi bin Maulana Yusuf bin Maulana Ilyas.
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 23
1941 Mei 28 – Lahir Maulana Talha, anak kepada Maulana Zakariyya.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 133
1941 November 30 – Ijtima’ terbesar pertama diadakan di Mewat. Jumlah kehadiran lebih dari 25,000 orang. Dihadiri oleh tokoh-tokoh ulama seperti; Maulana Ahmad Madani, Maulana Rosyid Ahmad Ganggohi, Syaikh Maulana Zakariyya, Mufti Kifayatullah Dahlawi, Maulana Qari Thayyib, Maulana Sayyid Abul Hasan Ali, Maulana Manzhur Nukmani, Maulana Ahmad Said Dahlawi, Maulana Abdul Lathif Saharanpuri, Khan Bahadur, H. Rosyid Ahmad, H. Wajihuddin, H. Muhammad Syafi’ Quraisy, Maulana Fakhrul Hasan, H. Nasim, H. Abdurrahman, dan yang lainnya. Dari luar Mewat hadir sekitar seribu orang. Khidmat dilayani oleh Madrasah Mu’inul Islam.
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/56
1942 – Usaha Masturat dimulai. Jamaah masturat untuk pertama kalinya keluar dengan amir Maulana Dawud Mewati. Jamaah tersebut ditentang oleh sebagian ulama, termasuk oleh Maulana Yusuf, Maulana In’amul Hasan dan Mufti Kifayatullah. Namun setelah diberi penjelasan oleh Maulana Ilyas tentang kepentingannya, aturan dan tata tertib pelaksanaannya, maka alim ulama pun mendukungnya.
Sumber: Sabilul Khoirot fiJama’atil Mutanaqqibat, hlm. 262
1944 Januari – Hj Abdul Wahab (pada usia 22) datang pertama kali ke markas Nizhamuddin. Setelah mengenal usaha dakwah, Beliau langsung melepaskan pekerjaannya dan menyerahkan dirinya bahkan seluruh hidupnya untuk ikut dalam pergerakan iman yang dipimpin oleh Maulana Ilyas hingga hari ini.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 156
1944 Mei to Juli – Sepanjang bulan itu, sakit Maulana Ilyas semakin hari semakin bertambah parah. Sepanjang masa tersebut, beliau senantiasa ditemani dan dikelilingi oleh para tokoh ulama India. Para masyaikh dan tokoh-tokoh ulama pada saat itu memiliki satu kerisauan yang sama di antara mereka, yaitu; Seandainya Maulana Ilyas wafat, maka siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan Jamaah Tabligh pasca wafatnya?
Sumber: Sawanih Hadhratji Maulana Yusuf, hIm. 200
Pada malam-malam itu, hampir semua tokoh ulama, seperti; Syaikh Abul Hasan Ali Nadwi, Maulana Abdul Qadir Raipuri, Maulana Zhafar Ahmad Utsmani, Hafizh Fakhruddin, dan para ulama pecinta Maulana Ilyas, baik yang berhubungan secara dakwah atau pun pribadi, berkumpul dan bermalam di marks Masjid Banglawali Nizhamuddin, India. Dalam pandangan para ulama tersebut, yang paling sesuai untuk menggantikan keamiran Maulana Ilyas di dalam Jamaah Tabligh, hanyalah Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya. Beliaulah satu-satunya orang yang layak untuk menggantikan Maulana Ilyas, baik secara keilmuan, keruhanian, amalan, ketinggian derajat dan kebijakan. Kemudian para ulama yang terhormat itu mendatangi Syaikhul hadits Maulana Zakariyya dan menyampaikan pandangan mereka kepada Beliau. Namun Syaikhul Hadits menolak dengan halus dan menjawab, “Kalian tidak perlu merisaukan hal ini. Allah yang akan mengaturnya. Pasti beliau sudah mengaturnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha orang yang sudah banyak berkorban untuk agama-Nya
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/68
1944 Juli 11 – Waktu Shubuh, dua hari menjelang wafat, Maulana Ilyas minum air Zamzam. Saat itu beliau berdoa sebagaimana Umar bin Khattab berdoa, “Ya Alah, karuniakan kepadaku mati syahid di jalanmu dan jadikanlah kematianku di kota nabimu (Madinah Munawwarah).” Lalu beliau berkata, “Yang tinggal bersamaku hendaklah orang-orang yang bisa membedakan mana pengaruh syetan dan mana pengaruh malaikat.” Kemudian beliau menanyakan suatu doa kepada Maulana In’amul Hasan. Maulana In’amul Hasan menyebutkan d o tersebut, yaitu; “Ya Allah, sesungguhnya ampunamu lebih luas daripada dosa-dosaku. Dan rahmatmu lebih aku harapkan daripada amalanku.”
Sumber: Sawanih Hadrathji Tsalits I/65
1944 Juli 12 – Maulana Ilyas memanggil Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qadir Raipuri dan Maulana Zhafar Ahmad untuk bermusyawarah. Setelah berkumpul dalam musyawarah tersebut, beliau berkata di hadapan alim ulama dan tokoh-tokoh agama, “Segera pilihlah orang- orang yang akan menggantikanku setelah kematianku. Aku ingin mereka dibay’at di hadapanku. Ada enam orang pilihanku; Maulana Hafizh Maqbul, Maulana Dawud Mewati, Maulana Ihtisyamul Hasan, Maulana Yusuf Kandhalawi, Maulana In’amul Hasan, Maulana Sayyid Ridho Hasan Bhopali. Dan saya mengusulkan Hafizh Magbul, karena dia sudah lama mendapatkan ijazah saya, dan dia sudah lama menerjunkan diri dalam kesibukan dzikir dan usaha ini.”
Maulana Ilyas membicarakan kelebihan calon-calon yang beliau ajukan. Hanya untuk Maulana Ihtisyamul Hasan diberi syarat agar lebih memuliakan ulama dan berhubungan baik dengan alim ulama. Lalu Maulana Ilyas berkata, “Ini bukan dariku. Pahamilah bahwa ini sebagai petunjuk dari Rasulullah saw. kemudian beliau berdoa, “Ya Alah, berkahilah ketiga orang in yang telah aku angkat dan keburukan yang ada dalam hal ini maafkanlah ya Allah. Berikanlah keikhlasan kepada kami.”
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: 1/68, 69
Selanjutnya, Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qadir Raipuri dan Maulana Zhafar Ahmad mengusulkan Maulana Yusuf sebagai Amir Jamaah Dakwah dan Tabligh. Ketika muncul dua pilihan ini, lalu Maulana Ilyas berkata, “Siapakah yang lebih bisa menangani orang- orang Mewati selain Yusuf?’ Atas pertimbangan tersebut, akhirnya Maulana Abdul Qadir Raipuri memutuskan Maulana Yusuf menjadi amir Jamaah Dakwah dan Tabligh menggantikan Maulana Ilyas.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/68
1944 Juli 13 – Maulana Ilyas telah siap untuk menempuh perjalanannya yang terakhir. Beliau bertanya kepada salah seorang yang hadir, “Apakah besok hari Kamis?” Orang-orang yang di sekelilingnya menjawab, “Benar.” Beliau berkata lagi, “Periksalah pakaianku, apakah ada najisnya atau tidak.” Para khadimnya berkata bahwa pakaian yang dikenakannya mash suci. Kemudian beliau turn dari dipan, berwudlu dan shalat Isya’ dengan berjamaah. Beliau berpesan kepada orang-orang agar memperbanyak dzikir dan do’a pada malam itu. Beliau berkata, “Orang-orang yang ada di sekelilingku ini, pada hari ini, hendaklah menjadi orang-orang yang dapat membedakan antara perbuatan setan dan perbuatan malaikatAllah.”
Pada pukul 24:00 beliau pingsan dan sangat gelisah, dokter segera dipanggil dan obat pun segera diberikan. Kata-kata: ‘Allahu Akbar’ selalu keluar dari mulutnya. Ketika malam telah menjelang pagi, beliau memanggil putranya Maulana Yusuf dan Maulana Ikramul Hasan. Ketika dipertemukan, beliau berkata, “Kemarilah kalian, aku ingin memeluk, tidak ada lagi waktu setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi. Yusuf sini. Peluk saya, saya mau pergi.” Setelah dipeluk. Akhirnya Maulana Ilyas menghembuskan nafas terakhirnya, beliau pulang ke rahmatullah sebelum adzan Shubuh.
Sumber: Hadrat Maulana Muhammad Ilyas Our Unka Dini Dakwat, hlm. 151
Maulana Ilyas wafat di Banglawali masjid, dikafani oleh Maulana Sayyid Abul Hasan Ail Nadwi, dishalatkan dengan imam Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya dan dikuburkan di luar teras masjid Banglawali, Nizhamuddin. Maulana Muhamamd Yusuf Kandhalawi diangkat dan dibay’at menjadi Hadhratji dan Amir Jamaah Dakwah dan Tabligh yang kedua melalui musyawarah seluruh masyaikh. Maulana Zakariyya memasangkan sorban Maulana Ilyas ke kepala Maulana Yusuf.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: 1/66
Sejarah Jamaah Tabligh: Era Maulana Yusuf
1944 Juli 13 – Bayan Maulana Yusuf yang pertama adalah di bawah pohon Imba, di halaman Banglawali Masjid Nizhamuddin, sesaat ketika ribuan orang menunggu jenazah Maulana Ilyas dikebumikan.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalit: 1/91
1946 – Risau dan pikir pertama Hadhratji Maulana Yusuf adalah usaha atas jamaah haji. Langsung dimulai usaha atas para hujjaj. Jamaah pertama dikirim untuk usaha atas para haji di Arab Saudi jamaah dari Murad Abad, diantaranya adalah; Hafizh Maqbul Hasan dan H. Fadhlu Azhim.
Sumber: Sawanih Maulana Yusuf, hlm. 411
1946 – Maulana Ubaidillah Belyawi diputus oleh Hadhratji Maulana Yusuf untuk bermukim di Madinah dan memulai kerja dakwah atas orang-orang Arab. Kemudian kedudukan beliau di Madinah digantikan oleh Maulana Said Ahmad Khan, dan Maulana Ubaidillah ditarik kembali ke markas Nizhamuddin.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 148
1947 – Hj Abdul Wahab diputus oleh Hadhratji Tsani untuk bermukim di markas Raiwind (hingga saat ini).
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 157
1947 Februari 23 – Mulai digerakkan jamaah-jamaah jalan kaki haji ke Baitullah. Pada masa keamiran Hadhratji Maulana Yusuf, telah dikeluarkan 17 sampai 20 jamaah jalan kaki haji ke Baitullah. Selanjutnya mulai jamaah-jamaah jalan kaki haji dikeluarkan dari Iran, Afghanistan, Bahrain, Qatar, Kuwait, Yaman, Syam, Palestina, Burma, Afrika, Turki.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/118
1947 Mei 21 – Musyawarah penting para masyaikh dalam mewujudkan kerisauan Hadhratji Maulana Yusuf untuk mengeluarkan para alumni pesantren Mazhahir Ulum Saharanpur selama satu tahun. Duduk dalam majelis tersebut; Maulana Yusuf, Maulana Zakariyya, Maulana Abul Hasan Ali Nadwi, Maulana Syafi’ Quraisyi, Mufti Mahmud, Maulana Anwar, dan yang lainnya.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/120
1947 Agustus 15 – Konflik pemecahan antara India dan Pakistan. Ribuan orang Islam murtad. Pembantaian umat Islam oleh orang-orang Hindu dan Sikh terjadi di mana-mana. Korban mencapai sejuta jiwa. Markas Nizhamuddin sempat goyah. Semua masyaikh duduk bermusyawarah untuk menghadapi ini. Semua berdoa dan menangis. Rombongan besar-besaran dari Mewat datang ke Nizhamuddin untuk berlindung. Maulana Sulaiman, Maulana Aslam, Maulana Abdul Manna, Maulana Abdul Jabbar Rashid member targhib. Hadhratji Maulana Yusuf, Maulana Manzhur Nu’mani, Maulana Habiburrahman Ludyanwi, dan Maulana Zakariyya memutuskan agar umat Islam untuk menetap sampai mati. Umat Islam jangan sampai pergi. Inilah jasa terbesar Maulana Zakariyya ketika mendesak majelis fatwa agar kaum Muslimin tidak meninggalkan India. Jika fatwa ini tidak dikeluarkan, maka mungkin hari ini tidak ada orang Islam di India.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalit: 1/121,129
Saat itu hampir sebagian besar masyarakat Islam di India berpandangan bahwa lebih baik pindah ke Pakistan yang mayoritas Islam. Akan tetapi tidak bagi Maulana Zakariyya, Maulana Husain Ahmad Madani dan Maulana Abdul Qadir Raipuri. Ketiga ulama tersebut justru khawatir, jika umat Islam di India akan lenyap. Maka Maulana Zakariyya mendesak Maulana Sayyid Husain Ahmad Madani agar umat Islam tidak perlu keluar dari India. Maulana Husain Ahmad al-Madani selaku Syaikh al-Islam di India, akhirnya menetapkan fatwa agar tetap tinggal di India. Hidup mati mereka tetap di India. Dan keputusan ini telah menyelamatkan lebih dari 60,000 keluarga muslim yang ketika itu sedang menunggu kereta api dari Saharanpur hijrah ke Pakistan.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair – Dzikru Zakariyya, hlm. 496, 497
Markas Nizhamuddin terancam serangan dari perusuh-perusuh Hindu. Mereka menyiksa dan membunuhi orang -orang Islam yang mash tinggal di India kecuali jika mereka murtad. Orang-orang berdatangan kepada Maulana Yusuf untuk pindah, tetapi beliau tetap bertahan. Bahkan di markas Nizhamuddin menampung orang- orang yang ketakutan dan tidak mempunyai tempat untuk berlindung.
Sumber: Sawanih Hadhratji Maulana Yusuf, hlm. 294
1947 Agustus – Jamaah-jamaah super khusus ditasykil dari Nizhamuddin. Maulana Yusuf mentasykil karkun-karkun khusus untuk keluar tanpa batas pulang. Hanya diberi dua pilihan; Mengembalikan orang-orang Islam yang murtad atau mati syahid.
Sumber: Sawanih Hadhratji Maulana Yusuf, hlm. 306
1947 September 15 – Istri Maulana Yusuf (ibunda Maulana Harun) wafat dalam keadaan sujud shalat Maghrib. Beliau sebelum wafatnya berwasiat: “Berikan pengasuhan ananda Harun kepada Maulana Zakariyya, karena beliau begitu berhasil mendidik ananya tapa ibu. Insya Allah, beliau dapat mendidiknya dengan sebaik mungkin. Aku hanya berharap agar Harun akan menjadi penyelamatku di hari kiamat kelak.”
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 31
Mengetahui ibunya wafat, Maulana Harun sempat pingsan. Saat itu umur Beliau baru 8 tahun.
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 31
1947 Desember 26 – ljtima’ pertama di Karachi, Pakistan setelah perpecahan dengan India.
Sumber: Sawanih Hadrat Maulana Yusuf, hlm. 380
1948 Maret 13 – Ijtima’ di Pakistan yang pertama kali dihadiri oleh Hadhratji Maulana Yusuf pasca perpecahan India Pakistan.
Sumber: Sawanih Hadhratji Maulana Yusuf, hlm. 284
Diputuskan bahwa markas Tabligh untuk seluruh Pakistan adalah di Raiwind, Lahore.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: 1/106
1949 – Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya menyelesaikan penulisan kitab ‘Fadhilah Sedekah‘.
Sumber: Dzikru Zakariyya, hlm. 614
1950 Maret 30 – Lahir Maulana Zubairul Hasan Kandhalawi bin Maulana In’amul Hasan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 90
1950s – Maulana Ibrahim mula mengikuti usaha dakwah di masa remajanya saat belajar di Madrasah di Gujarat.
Sumber: Discourses Of Maulana Ibrahim, hlm 34
1952 – H. Miyaji Abdullah Mewati mewaqafkan tanahnya di Raiwind, Pakistan untuk kepentingan ijtima’.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 275
1954 Januari 11 – ljtima’ pertama di Dhaka, Pakistan Timur. Dihadiri oleh Maulana Yusuf, Maulana Inaamul Hasan, dan sembilan masyaikh lainnya.
Sumber: Sawanih Hadrat Maulana Yusuf, hlm. 385
1954 April 10 – Ijtima’ pertama kali di Raiwind, Pakistan.
Sumber: Sawanih Hadrat Maulana Yusuf, hlm. 376
1960 – Maulana Yusuf penerbitkan buku Hayatus Sahaba
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits, I/165
1962 Agustus 16 – Maulana Syah Abdul Qadir Raipuri wafat. Beliau adalah amir jamaah jalan kaki yang ketiga dari Delhi ke Saudi Arabia bersama Maulana Said Ahmad Khan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 89
1965 April 12 – Syaikh Maulana Yusuf wafat di Lahore, Pakistan. Jam 14:50 ba’da Jum’at. Menjelang wafatnya, Maulana In’amul Hasan terus-menerus membacakan surat Yasin di sisi beliau, sedangkan Maulana Yusuf terus menerus membaca kalimat syahadat hingga hembusan nafas terakhirnya. Beliau dikuburkan di sisi magam ayahnya; Maulana Ilyas di pekarangan markas Nizhamuddin.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/274
Sejarah Jamaah Tabligh: Era Maulana Inaamul Hasan
1965 April 12 – Pergantian amir Jamaah Tabligh melalui musyawarah seluruh Masyaikh Dakwah. Dengan faisalat Maulana Zakariyya. Terpilih Maulana In’amul Hasan sebagai Amir (Hadhratji) yang ketiga. Keputusan tersebut diumumkan oleh Maulana Fakhruddin Deoband di markas Nizhamuddin, setelah Maulana Umar Palanpuri bayan. Kemudian diulang lagi pengumumannya oleh Maulana Sayyid Muhammad As’ad Madani. Dan keputusan ini pun diumumkan di Darul Ulum Deoband oleh Maulana Fakhrul Hasan.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/274
Maulana Sayyid Muhammad Tsani al-Hasani, menulis tentang kejadian ini, demikian: “Setelah wafatnya Hadhratji Maulana Muhammad Yusuf, maka muncul masalah terbesar, yaitu tidak mudah untuk mencari pengganti beliau sebagai amir jamaah Tabligh ini. Karena untuk menggantikannya, diperlukan seorang pejuang sejati, yang tawajuh, cerdas, tinggi ruhaniyatnya, dan berpengalaman lama bersama Maulana Yusuf, baik dalam safar atau muqimnya. Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan tersebut, maka semua mata tertuju kepada Maulana In’amul Hasan, yang telah bersahabat dengan Maulana Yusuf sejak kecilnya. Beliau juga seorang alim yang memiliki keagungan yang luar biasa, juga pemilik ijazah langsung dari Maulana Ilyas. Dan Hadhratji Maulana Yusuf sendiri menjalankan kerja in dengan selalu bermusyawarah dengan belliau.”
Sumber: Sawanih Hadhrati Tsalits, hlm. 275
Ada sekelompok orang Mewat yang sangat menghendaki agar Maulana Harun bin Maulana Yusuf yang menjadi Hadhratji atau Amir Dakwah menggantikan ayahnya. Kelompok ini, serta beberapa orang Delhi telah mendesak Syaikh Maulana Zakariyya agar merubah keputusan musyawarah. Mereka mendesak beliau melalui surat atau pun melalui ucapan langsung. Mereka menuduh Maulana Zakariyya telah menzhalimi Maulana Harun. Bahkan imam besar Fatahpuri telah tiga kali datang dan mendesak keras agar Maulana Zakariyya mempertimbangkan lagi keputusannya. Menyikapi hal ini, Maulana Zakariyya menjawab, “Ini bukanlah Khanqah dzikir, Maulana In’amul Hasan lah yang ahlinya dalam bidang ini.” Maulana Zakariyya tetap bersikukuh dengan keputusan musyawarah. Orang-orang berkata: “Maulana In’amul Hasan tidak seperti Maulana Yusuf.”. Maulana Zakariyya menjawab, “Memang benar, namun setelah Maulana Yusuf, kalian pun tidak akan lagi menjumpai amir seperti beliau (Maulana In’amul Hasan).”
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits, hIm. 276, 277
Selain itu, tindakan positif Maulana Harun juga sangat luar biasa.la sama sekali tidak terpancing dan tidak terpengaruh oleh desakan orang-orang Mewat yang menghendaki dirinya menjadi amir. la menerima keputusan musyawarah para Akabir Tabligh dengan hati yang lapang. Bahkan ia memberikan bayan di sana-sini mengenai pentingnya mentaati keputusan musyawarah, dan apa pun keputusannya itulah yang benar. la tidak henti-hentinya menyeru kepada para pencintanya agar tunduk dan path kepada keputusan musyawarah para masyaikh.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits, hlm. 277
Pada hari Maulana In’amul Hasan dibay’at menjadi Hadhratji, Maulana Harun naik mimbar. Beliaulah orang pertama yang bayan kepada jamaah, dengan berkata; “Para masyaikh kita telah menetapkan bahwa Maulana In’amul Hasan adalah amir kita sekarang. Beliau adalah teman sejati ayah saya, baik ketika safar atau pun muqim. Dan beliau jauh lebih paham terhadap usaha dakwah ini daripada saya. Oleh sebab itu, berbay’atlah kalian kepadanya. Saya menuruti dan mentaati keputusan para masyaikh.”
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 335
Maulana Sayyid Muhammad Syahid Saharanpuri menyatakan bahwa pemilihan Hadhratji Maulana In’amul Hasan sebagai amir Jamaah Tabligh menggantikan Maulana Muhammad Yusuf ini, adalah diantara hikmah terbesar dari Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya sebagai keputusan yang didukung oleh ijma’ ulama Deoband, Mazhahirul Ulum dan Jam’iyyatul Ulama Hind.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 61
Pasca wafat ayahnya (Maulana Yusuf), Maulana Harun berada dalam asuhan dan didikan khusus Maulana Zakariyya. Orang yang paling menyayangi Maulana Harun adalah Maulana Zakariyya dan Maulana In’amul Hasan. Dua syaikh besar inilah yang merawat dan mendidik Maulana Harun pasca wafatnya Maulana Yusuf.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 89,90
1965 April 3 – Dibuka bay’at kepada Maulana In’amul Hasan sebagai Hadhratji ketiga. Pada saat itu, Maulana Harun kembali mentarghib para pecintanya agar bersabar, menyibukkan dir dalam pengor- banan agama dan agar senantiasa tunduk dan tat terhadap apa pun keputusan musyawarah.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/279
Maulana In’amul Hasan dipilih menjadi amir Jamaah Tabligh dari usulan seluruh masyaikh; karena beliau adalah teman paling akrab Maulana Yusuf, sejak kanak-kanak hingga wafatnya, pada masa hadir atau safar, dan penasehat Maulana Yusuf dalam semua masalah. Bahkan Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi menyatakan bahwa Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan ibarat ‘satu jantung dan satu otak’. Maulana In’amul Hasan juga murid langsung dan kesayangan Maulana Ilyas, pendamping Maulana Ilyas di kebanyakan waktu hadir dan safar, sehingga beliau banyak memahami seluk beluk dan tertib kerja dakwah ini langsung dari Maulana Ilyas, dan beliau juga khalifah Maulana Ilyas sekaligus khalifah Syaikh Zakariyya.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 31
1965 Mei 10 – Rabu, Lahir Maulana Saad Kandhalawi bin Maulana Harun. Beliau tidak sempat berjumpa dengan kakeknya; Maulana Yusuf bin Maulana Ilyas rah.a.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 117
1967 Agustus 21 – Safar Dakwah Hadhratji Maulana In’amul Hasan ke luar neger yang pertama kali setelah diangkat menjadi amir Jamaah Tabligh adalah ke Srilangka. Ijtima’ Srilangka diadakan dari tanggal 26 s/d 30 Agustus 1967 di Colombo.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 159
1967 November – Ijtima’ Tonggi, Bangladesh yang pertama.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: II/452
1969 – Maulana Ibrahim Dewla menjalani Khurooj selama 1 tahun pada usia 36 tahun ke Turki, Yordania, dan Iraq. Khurooj diperpanjang hingga 19 bulan.
Sumber: Wacana Maulana Ibrahim, hlm. 36
1971 Maret 26– Perpecahan Pakistan dan Bangladesh. Ribuan orang Islam kembali menjadi korban.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits, I/441
1973 April 23 – Maulana Zakariyya memulai niatnya hijrah ke Madinah al- Munawwarah dan mulai menetap di sana.
Sumber: Sirat Hadrat Maulana Muhammad Yahya al-Kandahlawi, hlm. 307
1973 September 28 – Maulana Harun Kandhalawi bin Maulana Yusuf waft dalam usia 35 tahun, setelah sakit mendadak dan dirawat di rumah sakit selama 13 hari. Jenazah dimandikan oleh Maulana Said Ahmad Khan, Maulana Ubaidillah Belyawi, Maulana Iftikharul Hasan, Maulana Dawud Mewati, Shufi Utsman, dan Maulana Sulaiman Jhanji. Kemudian jenazah dishalati oleh imam Hadratiji Maulana In’amul Hasan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 379
Jenazah Maulana Harun dikuburkan di sebelah barat masjid Banglawali, bersebelahan dengan makam ibundanya yang telah wafat pada tahun 1947.
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 102
Sakit Maulana Harun banyak dikaitkan dengan sihir. Sakit beliau tidak wajar sebagaimana orang biasa, sehingga Maulana Iftikharul Hasan, Maulana Thalhah, Maulana Amir, Maulana Abdurrazzaq, secara khusus membacakan ‘Tajwiz’ surat al-Baqarah berkali-kali untuk menangkal sihir yang menerang Maulana Harun. Namun Allah berkehendak lain.
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 98, 99
Orang yang paling kehilangan atas wafatnya Maulana Harun adalah Maulana Zakariyya dan Hadhratji Maulana In’amul Hasan. Maulana Zakariyya berkata, “Seandainya aku tahu bahwa umurnya tidak lama, tentu aku tidak akan mendidiknya sedemikian disiplin. Aku begitu disiplin mendidiknya, hanya karena aku ingin agar ia bisa menjaga kerja ini sebagaimana ayah dan kakeknya dahulu.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 89, 90
Pada saat Maulana Harun wafat, Maulana Saad bin Maulana Harun mash kanak-kanak berusia 8 tahun. Selanjutnya Maulana Saad kecil diasuh ole Maulana Izharul Hasan, sebagai pengganti ayahnya. Beliau adalah ayah dari ibunda Maulana Saad.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 146, 379
Orang-orang Mewat memiliki hubungan emosional yang sangat erat dengan keluarga Maulana Ismail, lalu berlanjut kepada Maulana Ilyas, lalu kepada Maulana Yusuf, kemudian kepada Maulana Harun. Wafatnya Maulana Harun adalah pukulan yang sangat berat bagi mereka, sehingga mereka berkata: “Ketika kematian Maulana Yusuf, orang-orang berkata kepada kami: ‘Orang-orang Mewat telah yatim’. Namun ketika Maulana Harun wafat, kami merasa benar-benar sebagai anak yatim.”
Sumber: Tadzkirah Maulana Harun, hlm. 111
1974 Agustus 9 – Maulana Zubairul Hasan bin Maulana In’amul Hasan memulai khuruj setahun fi sabilillah.
Sumber: Sawanih Hadhratii Tsalits I/239
1978 Februari 10 – Maulana Zubairul Hasan telah dibai’at dan diberi ijazat khilafat langsung di Masjid Nabawi di pintu masjid sebagaimana ditulis oleh Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya di dalam Diary nya: “Hari ini sebelum Jum’at di masjid Nabawi, aku telah memberikan jazat bay’at kepada Zubair. Ijazat itu ditulis oleh Maulana Abdul Hafizh Makki (yang dikenal sebagai orang yang selalu asyik bersama Rasulullah saw), dan diberikan di sana. Kemudian Abdul Hafizh bercerita bahwa ia sebelum Shubuh di Raudhah melihat Rasulullah saw memberikan masylah dan memasangkan sorbannya dengan tangan beliau sendiri ke kepala Zubair. Barakallahu lahu.” [Buku diary tersebut mash tersimpan dengan baik hingga hari ini]
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 98.
Maulana Zubairul Hasan telah mendapatkan ijazat Thariqat dari empat orang Masyaikh; (1) Maulana In’amul Hasan, (2) Maulana Zakariyya, (3) Maulana Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi, dan (4) Maulana Iftikharul Hasan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 107
1980 Juli 27 – Salah seorang khalifah Maulana Ilyas wafat, yaitu: Hafizh Maqbul Hasan. Beliaulah yang pernah diajukan ole Maulana Ilyas sebagai pengganti dirinya menjadi hadhratji, namun yang terpilih adalah Maulana Muhammad Yusuf.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 387
1982 Mei 24 – Syaikhul Hadits Maulana Zakariya Kandhalawi wafat di Madinah al-Munawwarah, pada jam 17:40 antara Ashar dan Maghrib. Jenazahnya dishalatkan di masjid Nabawi dengan imam Syaikh Abdullah Zahim dan dikuburkan ba’da shalat Isya di Jannatul Baqi’ kuburan para sahabat RS. Lafazh akhir dari lisannya adalah; ‘Allah… Allah”.
Sumber: Sirat Maulana Muhammad Yahya, hlm. 308
Wafatnya Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya adalah suatu kehilangan besar umat Islam dari seorang wali Alah. Ulama Rabbani yang ketinggian maqamnya telah diakui oleh alim ulama seluruh dunia. Beliau telah membay’at ratusan ribu orang, mengangkat 109 orang khalifahnya yang tersebar di seluruh dunia, menulis 100 lebih judul buku, dan melalui pendidikanna telah melahirkan orang- orang hebat yang menjadi tokoh-tokoh agama di muka bumi.
Sumber: Dzikru Zakariyya, hlm. 614
1983 November 4 – Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Rombongan Masyaikh yang dihadirkan lebih awal adalah; Munsyi Basyir, Maulana Zhahir Syah, DR. Faruq Banglore, Mulwi Ahmad Mewati, Mulwi Muhammad Sulaiman Jhanji. Selanjutnya rombongan Hadhratji Maulana In’amul Hasan hadir diringi oleh; Maulana Zubairul Hasan, Maulana Ahmad Laat, Maulana Umar Palanpuri, Maulana Ubaidillah, Maulana Zhahirul Hasan, Maulana Abdul Aziz Khalnawi, Prof. Abdurrahman Madrasi, dan Maulana Muhammad Aslam Parugi.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/405
Ba’da ljtima’ Raiwind, Pakistan. Atas petunjuk Nabawi, melalui arahan Syaikhul Hadits Maulana Zakariyya sebelum beliau wafat, Hadhratji Maulana In’amul Hasan telah bermusyawarah dengan Qadhi Abdul Qadir dan Mufti Zainal Abidin dan memutuskan suatu perubahan yang sangat besar demi menjaga dan memelihara manhaj yang benar dalam kerja yang mulia ini, yaitu dengan membentuk jamaah syura yang akan memantau sepenuhnya usaha dakwah ini dan memastikan usaha ini tidak terkeluar dari Manhaj para Akabir dakwah. Hal ini tertuang dalam catatan pribadi Mufti Zainal Abidin.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 311, 450
1983 November 16 – Raiwind, Pakistan. Atas usulan dan kehendak para masyaikh, terutama Mufti Zainal Abidin dan Syaikh Abdul Qadir Raipuri, Maulana Zubairul Hasan diberi ijazat bay’at oleh Hadhratji Maulana In’amul Hasan. Dan selanjutnya, dari tahun 1984 hingga tahun 1994, hampir di seluruh ijtima’*, Maulana Zubair tidak hanya menyertai Maulana In’amul Hasan, tetapi juga dalam musyawarah-musyawarah yang diadakan, senantiasa Maulana Zubairul Hasan yang melaksanakan dan menggantikan Maulana In’amul Hasan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 312
Hadhratji Maulana In’amul Hasan mulai menjalankan sistem syura di semua markas dakwah di seluruh dunia dan menghapus sistem keamiran. Dimulai dari markas-markas di seluruh India. Wilayah-wilayah yang sudah ada syuranya, maka jumlah mereka ditambah. Sedangkan di wilayah-wilayah yang belum ada syuranya, maka dilantik beberapa orang untuk menjadi syura dengan faisalat secara bergilir-gilir.
Sumber: Surat Maulana Syahid Saharanpuri kepada Maulana Salimullah Khan
Kondisi kesehatan Hadhratji mulai menurun drastis. Sakit beliau memuncak, sehingga semua masyaikh Pakistan (terutama Mufti Zainal Abidin), menahan beliau untuk berobat di Pakistan. Beliau pun tinggal sebulan penuh di markas Raiwind, bahkan memperpanjang masa visanya untuk keperluan berobat.
Sumber:mSawanih Hadhratji Tsalits I/406
Maulana In’amul Hasan ditangani oleh D.r Munirul Haq, D.r Farug, D.r Muhsin. Dan selama pengobatan beliau tidak lepas selalu didampingi oleh Mufti Zainal Abidin, H. Afdhal, dan Maulana Zubairul Hasan.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/406
1985 – Untuk perluasan tanah ijtima’ Raiwind, maka dibeli tanah seluas 150 ekar di sekitar markas Raiwind, Pakistan.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 275
1992 – Ijtima Raiwind Ijtema. Hj Abdul Wahab diputus oleh Hadhratji Maulana In’amul Hasan menjadi amir Pakistan menggantikan H. Muhammad Syafi’ Quraisyi dan H. Muhammad Basyir.
Sumber: Hayat Syaikh Zubair, hlm. 156
1993 Mei 20 – Mekkah al-Mukarramah, Rabu, jam 9.00 pagi. Hadhratji Maulana In’amul Hasan terjatuh karena semakin udzur dan sakit. Hidung bagian atas luka. Kaca-mata beliau pecah. Sebelumnya beliau sudah terjatuh di kamarnya di Nizhamuddin pada tanggal 17 Ramadhan. Sudah berkali-kali beliau terjatuh. Sejak tahun 1990 itu adalah jatuhnya beliau yang ketujuh.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/440
1993 Mei – Musim haji, di Mekkah, Hadhratji Maulana In’amul Hasan menyatakan di hadapan Mufti Zainal Abidin, dan masyaikh lainnya; “Kalian tahu dan saksikan bagaimana kesehatanku (sudah sangat udzur). Aku tidak mampu lagi. Kerja ini sudah demikian menyebar di seluruh dunia, in menjadi beban yang berat ke atasku. Untuk kerja di seluruh dunia agar lebih terjaga, kekal, dan terarah, aku ingin membentuk syura.” Dijawab oleh Mufti Zainal Abidin, “Setuju.” Atas keinginan dan perintah Hadhratji Maulana In’amul Hasan, maka segera visa India Maulana Said Ahmad Khan, Mufti Zainal Abidin, H. Muhammad Afdhal, H. Abdul Mugit langsung diurus dan didapatkan di Jeddah sebelum mereka kembali ke negara masing-masing.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 15,16
1993 Juni 14 – Di Banglawali masjid, Nizhamuddin. Sehari setelah selesai musyawarah Malaysia. Setelah sarapan pagi, berkumpul di kamar Hadhratji; Maulana Said Ahmad Khan, Mufti Zainal Abidin, H. Abdul Mugit, H. Abdul Wahab, Maulana Izharul Hasan, Maulana Umar Palanpuri, dan Maulana Zubairul Hasan. Hadhratji berkata kepada tujuh orang yang hadir, “Kalian tahu bagaimana keadaanku sekarang. Kesehatanku terus menurun, sedangkan kerja ini terus meningkat. Untuk mengawasi usaha in aku tidak sanggup menanganinya sendiri. Mari kita bersatu dan bersama-sama menjalankan kerja ini.” Kemudian berkata, “Kalian adalah syuraku dan tambahkan dua lagi; Miyaji Mehrab dan Mulwi Saad. InsyaAllah dengan sepuluh syura ini, kerja ini akan terus berjalan dengan baik.”
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 16
Di antara delapan orang yang ditunjuk, hanya H. Muhammad Afdhal (Pakistan) yang tidak hadir karena sedang udzur. Kemudian ditambah lagi dua orang, yaitu Maulana Saad dan Miyaji Mehrab.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 11
Susunan Syura Alami ditetapkan oleh Hadhratji Maulana In’amul Hasan dengan nama-nama berikut in: (1) Maulana Said Ahmad Khan, (2) Mufti Zainal Abidin, (3) H. Muhammad Afdhal, (4) H. Abdul Muqit, (5) H. Abdul Wahab, (6) Maulana Izharul Hasan, (7) Maulana Umar Palanpuri, (8) Maulana Zubairul Hasan, (9) Miyaji Mehrab Mewati, dan (10) Maulana Saad.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 16
Sema Syura Alami yang tersebut di atas adalah orang-orang yang telah bersuhbah dan mendapatkan didikan langsung dari Maulana Ilyas dan Maulana Yusuf, kecuali Maulana Saad.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 16, Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 12
Pada masa keamiran Hadhratji Maulana Yusuf, Maulana In’amul Hasan kerap memberikan usulan dalam musyawarah. Namun setelah menjadi amir, Maulana In’amul Hasan sama sekali tidak menyatak usulnya, tetapi beliau selalu memutuskan dengan mengambil dari salah satu usulan ahli syura yang lainnya.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits: I/232
1993 Juni – Faisal berganti-gantian – Setelah susunan Syura Alami terbentuk, Maulana Said Ahmad Khan bertanya kepada Hadhratji Maulana In’amul Hasan di hadapan seluruh syura yang telah ditunjuk, “Tuan, selama tuan ada, tentu tuan adalah amir kami. Namun bila tuan tidak ada, bagaimanakah kami mengaturnya?” Hadhratji menjawab, “Kalian semua atau berapa orang pun yang ada, pilihlah diantara kalian seorang faisalat berganti-ganti.”
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 12
Kenapa Maulana Saad dimasukkan kedalam Syura meskipun tidak pernah menghabiskan waktu di Jalan Allah
Maulana Inaamul Hasan sengaja memasukkan Maulana Saad ke dalam Syura, karena ingin menghindari masalah dari orang Mewat. Dikhawatirkan akan muncul masalah serupa seperti yang terjadi sepeninggalan Maulana Yusuf. Saat itu, Maulana Saad berusia 26 tahun dan belum pernah keluar di jalan Allah, namun ia telah diangkat ke Syura dunia.
Sehingga hari ini Maulana Saad tidak pernah keluar di Jalan Allah SWT walaupun selama 40 hari
Sumber 1: Penjelasan Detail C Amaantullah.
Sumber 2: Hj Abdul Wahab Sab Raiwind Ijtema 2017 (Maulana Saad belum pernah keluar 40 hari di Jalan Allah)
1994 Maret 31 – Ijtima’ Haidarabad, India. Hadhratji Maulana In’amul Hasan sudah bertambah udzur. Ketika Bay’at kepada para wanita, karena cuaca yang sangat panas, beliau pingsan. Musafahah diwakilkan kepada Maulana Zubairul Hasan.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 147
1994 Juni 22 to Juli 2 – Safar Dakwah Hadhratji Maulana In’amul Hasan ke Ijtima’ Dewsbury, England. Itulah safar dakwah terakhir beliau ke luar negeri, selain haji dan umrah. Dalam kesempatan itu juga diadakan jurd profesional, yaitu; para professor, dokter, insinyur, cendekiawan dan lain sebagainya. Hadir kurang lebih 80,000 orang dalam ijtima’ tersebut.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits III/139
1995 Maret 29 – Safar haji Hadhratji Maulana In’amul Hasan bersama seluruh syura yang telah ditunjuk. Itulah perjalanan haji terakhir Hadhratji Maulana In’amul Hasan. Selama hayatnya Beliau telah melaksanakan 17 kali haji.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 149
Kafilah haji Hadhratji kali in adalah; Maulana Umar Palanpuri, Maulana Zubairul Hasan, Maulana Ahmad Lat, Maulana Ja’far, Maulana Saad, Maulana Sulaiman Jhanji, H. Ni’matullah Dehlawi, H. Alimuddin Dehlawi, Maulana Muhammad Miri, Maulana Ghulam Rafi Khan, Bhay Nurul Haq, D.r Khalid Shiddiqi, Maulana Umair Saharanpuri, Maulana Abdullah Jhanji, Maulana Ibrahim Ghujrati, Maulana Abdurrasyid Bulyawi, Maulana Muhammad Shalih, Maulana Zuhairul Hasan, Maulana Suhaib, Maulana Syahid Saharanpuri, Maulana Ahmad Miri Mewati, dan lainnya. Sedangkan dari Pakistan dan Bangladesh turut bergabung; Mufti Zainal Abidin, H. Abdul Wahab, H. Afdhal, dan H. Abdul Muqit.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 149, Sawanih Hadhratii Tsalits I/452
Di tanah suci, Hadhratji Maulana In’amul Hasan dan seluruh Syura Alami selalu bermusyawarah dalam segala urusan dakwah di seluruh dunia. Diantara musyawarah mereka adalah; Setelah haji, Hadhratji Maulana In’amul Hasan dan seluruh Syura Alami berencana akan melakukan safar dakwah dari Srilangka sampai Australia. Kurang lebih 8-10 negara yang rencananya akan disinggahi.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 183
1995 Juni 6 – Ijtima’ Muzhaffar Nagar, India. Ini adalah ijtima’ terakhir yang dihadiri oleh Hadhratji Maulana In’amul Hasan sebelum wafatnya. Dalam bayan beliau yang terakhir, setelah Hamdalah dan shalawat, yang pertama kali beliau ucapakan adalah; “Allah sama sekali tidak memandang keluarga dan keturunan, Allah hanya memandang amalan seseorang. Jika seseorang bagus amalnya, maka ia dekat dengan Allah. Sebaliknya seseorang yang buruk amalnya, maka sesungguhnya ia jauh dari Allah. Saudara-saudaraku, jadilah karkun di mana saja. Kerja in bergantung pada amalan. Jadilah orang yang bersungguh-sungguh dalam amalan…”
Sumber: Sawanih Hadhratii Tsalits II/365
1995 Juni 10 – Jam 01.25 dini hari masuk ke hari Sabtu. Hadhratji Maulana In’amul Hasan meninggal dunia. Ucapannya yang terakhir adalah ketika ditanya oleh cucunya; Mulwi Muhammad Shalih, “Aba, bagaimana keadaanmu?” Jawab beliau, “Syukur kepada Allah.” Itulah hembusan nafas terakhir Beliau. Jenazahnya dishalati oleh tidak kurang dari setengah juta orang dari seluruh penjuru dunia. Shalat jenazah diimami oleh Maulana Zubairul Hasan dan beliau dikebumikan di sisi makam Maulana Yusuf.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits III/368, 369
Atas wafatnya Hadhratji Maulana In’amul Hasan, pada hari itu, pemerintah India memerintahkan kepada semua kantor kedutaan, instansi-instansi agar tutu, dan pengajuan visa India dari luar negeri dipermudah untuk orang-orang yang hendak bertakziyah kepada almarhum.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits I/369
Sejarah Jamaah Tabligh: Era Syura Alami
1995 Juni 10 ke 12 – Seluruh Syura Alami dari India, Pakistan dan Bangladesh serta para masyaikh lainnya berkumpul dan bermusyawarah di markas Nizhamuddin, India. Musyawarah berlangsung tiga hari berturut-turut. Di antara point inti yang dimusyawarahkan pada hari itu adalah; Bagaimanakah selanjutnya kepengurusan usaha dakwah di markas Nizhamuddin? Dalam musyawarah tersebut, Maulana Saad berkata di hadapan Masyaikh Syura Alami yang ada, “Jika diputuskan Maulana Zubair sebagaiamir, maka orang-orang pecinta Maulana Saad akan terputus dari kerja ini. Begitu juga sebaliknya; jika diputuskan Maulana Saad sebagai amir, maka orang-orang pecinta Maulana Zubair akan terputus dari kerja ini. Oleh sebab itu, jangan ada amir. Kerja berjalan dengan sistem syura. Dan jangan ada bay’at di markas Nizhamuddin.” Maulana Saad begitu bersikeras dan mendesak musyawarah agar tidak ada lagi bay’at dan amir di markas Nizhamuddin. Saran Maulana Saad tersebut diterima oleh seluruh Syura Alami
dan para masyaikh lainnya. Kemudian disahkan oleh Miyaji Mehrab sebagai faisalat saat itu, bahwa:
- TIDAK ADA AMIR, KERJA BERJALAN DENGAN SISTEM SYURA,
- TIDAK ADA LAGI BAY’AT DI MARKAS NIZHAMUDDIN.
Markas Nizhamuddin tetap dikendalikan oleh lima orang syura Nizhamuddin, yaitu: Maulana Izharul Hasan, Maulana Umar Palanpuri, Maulana Zubairul Hasan, Miyaji Mehrab, dan Maulana Saad. Sedangkan faisalatnya (untuk markas Nizhamuddin) tiga orang, yaitu: Maulana Izharul Hasan, Maulana Zubairul Hasan, dan Maulana Saad, secara berganti-ganti per-minggu sesuai dengan urutan huruf Hijaiyyah.
Keputusan tersebut ditandatangani oleh sepuluh orang syura yang Maulana In’amul Hasan, kemudian dibacakan oleh Miyaj iMehrab didepan majma’ di Banglawali Masjid Nizhamuddin.
Sumber 1: Ahwal wa Atsar, hlm. 421
Sumber 2: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 17
Sumber 3: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiqm, hlm. 3
Sumber 4: Maujudah Ahwal ki Wadhahat s eMuta’alliq, hlm. 11
Sumber 5: Surat Maulana Yaqub
Sumber 6: Kesaksian Hj Abdul Wahab
Hj Abdul Wahab, 72 tahun saat itu, masih ingat dengan jelas peristiwa Masywara ini:
“Setelah wafatnya Maulana Inaamul Hassan, kami berkumpul untuk Bermasywara. Banyak kebingungan, banyak masalah yang dibahas dan pertemuan berlangsung berjam-jam. Akhirnya, diputuskan dengan saling pengertian dari semua hadirin di Masywara (termasuk Maulana Saad) bahwa sekarang pekerjaan mulia Tabligh akan dikelola melalui Masywara Sistem Syura untuk menghindari konflik lanjutan. Kami semua setuju dan menerima peraturan ini. Setelah ini Maulana Saad menuntut di Masywara bahwa Bay’ah tidak akan dilakukan di dalam Nizamuddin. Hal ini juga diterima bersama oleh seluruh peserta”
Sumber: Hj Abdul Wahab, Raiwind Ijtema, November 2017
1995 Juni – Pada saat itu, muncul kekecewaan dari orang-orang pecinta Maulana Zubairul Hasan. Mereka menghendaki Maulana Zubair yang menjadi amir pengganti Hadhratji Maulana In’amul Hasan, berdasarkan berbagai unsur kelayakan yang ada pada diri Maulana Zubair. Namun Maulana Zubair sendiri tidak menunjukkan keinginan atau ambisi untuk menjadi amir Jamaah Tabligh. Beliau pun tidak menunjukkan kekecewaan apalagi marah, ketika beliau tidak ditunjuk sebagai amir. Beliau dengan kebesaran jiwanya, betul-betul menerima dan mentaati keputusan musyawarah para Akabir Dakwah dan Syura Alami. Melihat Maulana Zubair sendiri berlapang dada menerima keputusan tersebut, bahkan begitu jelas pada diri beliau tidak sedikit pun keinginan untuk menjadi amir, maka orang- orang pecinta beliau pun menjadi tenang dan terobati kekecewaan mereka.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 3
Sebelum wafat Hadhratji Maulana In’amul Hasan, saat itu umur Maulana Saad tepat 30 tahun. Dan pada masa itu, di kalangan orang-orang awam, nama beliau belum begitu terkenal seperti sekarang ini, dan belum memiliki banyak pengagum kecuali dari kalangan orang-orang Mewat. Pada saat itu, beliau belum mendapatkan sanad ilmu, belum mendapatkan Ishlahi Ta’alluq (hubungan khusus dengan syaikh mursyid tertentu untuk menjadi pembimbingnya dalam berbagai urusan kehidupan), belum pernah keluar di jalan Allah dengan jamaah secara tertib kecuali menyertai ijtima’-ijtima’ di beberapa tempat. Oleh sebab itu, beliau marah, apabila ditanya tentang siapa syaikh mursyidnya dalam Islahi Ta’alluq. Menurut beliau, tidak perlu (Islahi Ta’alluq dengan siapa pun (yang penting seseorang itu berhubung dengan kerja dakwah, maka itu sudah cukup sebagai Ishlahi Ta’alluq). Sedangkan di sisi alim ulama, Ishlahi Ta’alluq adalah sangat penting. Seluruh Hadhratji sebelumnya, yaitu; Maulana Ilyas, Maulana Yusuf, Maulana In’amul Hasan, Maulana Zakariyya dan siapa pun masyaikh, pasti memiliki Ishlahi Ta’alluq dengan Masyaikh Mursyid. Jika menjadi amir tanpa ada Ishlahi Ta’alluq dengan syaikh mursyid, maka bagaimana ia dapat menyelesaikan permasalahan hidupnya? Dan menjadi amir tanpa pernah keluar di jalan Alah, maka bagaimana ia akan dapat memahami usaha dakwah ini dengan sebaik-baiknya?
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 3
Setelah keputusan tersebut, maka apa pun urusan dakwah dan tabligh senantiasa diputuskan oleh kesepuluh orang syura tersebut dengan faisalat yang berganti-ganti. Kesepuluh syura alami tersebut senantiasa bersama-sama dalam safar-safar dakwah mereka ke seluruh dunia, kecuali Maulana Izharul Hasan, karena tanggungjawab beliau yang menjaga markas Nizhamuddin.
Pada umumnya, dalam safar-safar dakwah mereka tersebut, yang menjadi faisalat Syura Alami adalah Mufti Zaenal Abidin, Maulana Umar Palanpuri dan Miyaji Mehrab. Namun setelah wafatnya ketiga orang tersebut, kebanyakan yang menjadi faisalat musyawarah adalah Hj Abdul Wahab.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat es Muta’alliq, hlm. 12
1996 – Maulana Muhammad Zubairul Hasan dilantik menjadi Syaikhul Hadith Madrasah Kasyiful Ulum Nizhamuddin.
Sumber: Sawanih Hadhratji Tsalits – Ahwal wa Atsar, hlm. 339
Walaupun Maulana Zubairul Hasan adalah satu-satunya orang di markas Nizhamuddin yang mendapatkan Ijazah untuk memberi bay’at dari ayahandanya yang bersambung kepada Syaikh Maulana Ilyas, juga dari Hadrat Syaikh Maulana Zakariyya, tetapi beliau tidak melakukannya (member bay’at kepada siapa pun) hingga akhir hayatnya, karena semata-mata mentaati keputusan musyawarah, ittiba’ Syaikh, dan mahabbat Syaikh.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 41, 106
1996 – Safar dakwah seluruh masyaikh Syura Alami dari Srilangka ke Fiji. Safar dakwah ini adalah menunaikan niat dan kehendak Hadhratji Maulana In’amul Hasan sebelum wafatya yang sangat ingin mengadakan safar bersama Syura Alami ke beberapa negara, terutamanya ke Australia.
Negara-negara yang dikunjungi pada safar dakwah tersebut adalah: Srilangka, Thailand, Indonesia, Australia, Fiji, dan Singapura.
Para masyaikh yang ikut dalam safar in adalah; Maulana Zubairul Hasan, Maulana Umar Palanpuri, Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Ahmad Laat, Miyaji Mehrab, Maulana Sulaiman Jhanji, Maulana Ahmad, Maulana Yunus Palanpuri, Maulana Saad, Maulana Syahid Saharanpuri, Khalid Shiddiqi, H. Abdul Wahab, Maulana Said Ahmad Khan, Maulana Thariq Jamil, H. Muqit, Mufti Zainal Abidin, Muhammad Yamin. Semua kafilah para masyaikh India, Pakistan dan Bangladesh ini bertemu di Ijtima’ Negombo, Srilangka.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 183
Dalam safar ini, Masyaikh Syura Alami selalu bermusyawarah dalam berbagai hal di setiap negara yang dikunjungi. Salah satunya adalah perubahan faisalat di markas Nizhamuddin, yaitu bukan tiga orang saja yang menjadi faisalat, tetapi semua kelima syura Nizhamuddin, yaitu; Maulana Izharul Hasan, Maulana Umar Palanpuri, Maulana Zubairul Hasan, Miyaji Mehrab, dan Maulana Saad, menjadi faisalat di markas Nizhamuddin secara bergiliran.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 187
1996 Juni 21 – Datang telepon dari Mewat kepada Maulana Zubair, bahwa ada keonaran di Mewat. Orang-orang Mewat diprovokasi agar datang ke markas Nizhamuddin dan menuntut agar doa pagi jam sebelas dilakukan oleh Maulana Saad dan Maulana Zubair secara bergiliran sehari-sehari.
Masalah ini sebenarnya sudah beberapa kali diajukan oleh Maulana Saad sendiri di hadapan Syura Alam di Ijtima’ Raiwind. Beliau mengatakan alasannya, “Karena yang biasa melepas jamaah-jamaah yang keluar sekaligus doa adalah Maulana Zubair, sehingga orang-orang menganggap Maulana Zubair adalah Hadhratji, maka saya minta bergiliran sehari dia dan sehari saya.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 435
Berkali-kali Maulana Sad mendesak usulan in di hadapan para masyaikh, namun usulan tersebut tidak dikabulkan. Ratusan orang Mewat mulai berdatangan. Rombongan demi rombongan terus berdatangan. Hingga malam mereka berkumpul di salah satu masjid di kampung Ghafir. Emosi mereka semakin panas karena diprovokasi. Apabila diantara mereka ada yang berniat pulang, maka dikatakan kepada mereka oleh ketua mereka, “Berhenti sama sekali jangan ada orang yang pulang sebelum doa jam 12 besok siang.” Mendapatkan laporan keadaan yang seperti in, Maulana Zubair berkata, “Kejadian in pernah juga terjadi tiga atau empat bulan sebelumnya. Saat itu saya sampaikan kepada beliau (Maulana Saad), namun beliau tidak berbuat apa-apa.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 435
1996 Juni 22 – Dengan jumlah yang sangat banyak, orang-orang Mewat datang memenuhi markas Nizhamuddin dan duduk di dalam musyawarah pagi. Maulana Zubair sengaja tidak hadir dalam musyawarah untuk menghindari fitnah keributan. Dalam musyawarah tersebut, orang-orang yang datang in menuntut agar doa pelepasan pada bayan hidayah jamaah yang mau keluar di jalan Allah diganti oleh Maulana Saad. Saat itu yang memimpin musyawarah adalah Miyaji Mehrab. Tiga kali beliau menjelaskan kepada orang-orang Mewat, bahwa itu adalah wewenang Syura Alami, di mana mereka telah memutuskan bahwa tugas doa dan bayan hidayah adalah Maulana Zubairul Hasan. Prof. Nadir Ali Khan pun ikut menjelaskan tentang hal ini, namun dia telah dihentikan dari berbicara.
Pada hari itu, karena menghindari fitnah dan hal-hal yang tidak dinginkan, maka doa dan pelepasan jamaah keluar tidak dilakukan oleh Maulana Zubair seperti biasanya, tetapi keduanya dilakukan oleh Miyaji Mehrab.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 436
Pagi harinya, Maulana Saad mendatangi Maulana Zubair sambil memberikan suratnya kepada beliau. Entah apa isinya, yang jelas, setelah membaca isinya, Maulana Zubair dengan penuh menahan emosi, menangis keras. Beliau menangis kurang lebih dua jam lamanya, sehingga memerah wajah beliau. Mulwi Jafar bin Maulana Agil yang sedang bersama saat itu, berkata kepada Maulana Syahid dengan suara keras, “Saudaraku, coba kamu diamkan Maulana Zubair.” Saat itu Maulana Saad mash ada. Maulana Syahid menjawab dengan suara tegas, “Mulwi Jafar, hari ini biarkanlah Maulana Zubair menangis puas. Karena ayah beliau juga biasa menangis keras pada masa tahajjud. Yang dengan sebab keberkahannya telah membuat markas ini dan orang-orang yang bekerja di dalamnya dimuliakan dan dipelihara oleh Allah. Sekarang beliau telah tiada, maka Maulana Zubair harus menangis. Jika beliau berhenti menangis, maka ahli batil dari seluruh dunia akan menguasai markas ini.”
Setelah beliau agak reda tangisnya, dengan agak susah payah Maulana Syahid membawakan makanan untuk beliau. Namun di atas sufrah pun beliau mash menangis. Beliau tidak bisa makan. Orang-orang terdekat yang berada di situ pun ikut meneteskan air matanya.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 436, 437
1996 Juni 23 – Maulana Zubair ikut duduk dalam musyawarah, namun masih terisak-isak oleh tangisannya. Peristiwa orang-orang Mewat di atas terdengar oleh seorang tokoh agama sekaligus tokoh politik yang terkenal di Delhi. la mengirim pesan kepada Maulana Zubair; “Kejadian beberapa hari yang lalu (kedatangan orang-orang Mewat dalam jumlah yang banyak ke Nizhamuddin), yang terjadi pada Anda betul-betul sangat mengkhawatirkan. Saya bersama sejumlah orang-orang khawas dan awam akan datang ke markas ingin berjumpa dengan anda.” Namun Maulana Zubair masih dalam kesedihan yang luar biasa, maka untuk menjawabnya beliau menyuruh Maulana Syahid dengan berkata, “Ada orang penting yang mau datang ke sini, kamu yang temui dia dan terserah kamu bagaimana menjawabnya.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm . 439
1996 Juni 27 – Atas keinginan Maulana Saad yang mempermasalahkan kamar yang berhubung dengan masjid (padahal Hadhratji Maulana In’amul Hasan telah memutuskannya sebagai waqaf masjid) dan masalah doa bayan hidayah yang ingin menjadi tugasnya, sehingga memicu perpecahan di internal markas, maka diadakan musyawarah para masyaikh Nizhamuddin. Diputuskan pada majelis itu, bahwa selama kamar tersebut belum ada keputusannya; Apakah status kamar tersebut warisan atau termasuk waqaf masjid, maka akan dibuatkan tiga kunci yang masing-masing akan dipegang oleh Maulana Izharul Hasan, Maulana Zubairul Hasan, dan Maulana Saad. Kemudian kamar tersebut akan tetap digunakan sebagai tempat musyawarah harian markas. Dan mengenai kitab-kitab di loteng, maka boleh diambil oleh masing-masing anaknya. Sebelumnya Maulana Saad tinggal di markas Nizhamuddin di kamar nomer 1.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 474
1996 Juli 4 – Lima orang syura Nizhamuddin; Maulana Izharul Hasan, Maulana Umar Palanpuri, Maulana Zubairul Hasan, Miyaji Mehrab dan Maulana Saad menetapkan dalam musyawarah
beberapa perkara penting yang berkenaan dengan markas Nizhamuddin, yaitu:
- Imam shalat di masjid dan doa setelah Maghrib tugas Maulana Saad. Doa bayan hidayah jamaah serta musafahah tugas Maulana Zubair.
- Mengenai kamar yang bersambung dengan masjid yang telah digunakan oleh Maulana Ilyas, Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan, akan segera mungkin dipelajari statusnya, apakah termasuk ke dalam bagian waqaf masjid atau bukan. Sementara itu, kamar tersebut dapat digunakan oleh kelima syura Nizhamuddin untuk musyawarah harian setiap pagi jam 09.00 dan setelah musyawarah akan ditutup dan dikunci. Setiap faisalat memegang masing-masing satu kunci, yaitu Maulana Izhar, Maulana Zubair dan Maulana Saad.
- Mengenai dua kamar di lantai atas; Semua kitab-kitab Maulana Yusuf yang ada di situ boleh diambil oleh Maulana Saad. Sedangkan kitab-kitab yang ada di lemari serta barang-barang milik Maulana In’amul Hasan boleh diambil oleh Maulana Zubair. Kitab-kitab milik Madrasah Kasyiful Ulum dikembalikan ke tempatnya.
- Kaum wanita yang selalu datang ke kamar tersebut untuk mengerjakan shalat Tasbih setiap hari Jum’at, maka boleh dilanjutkan sebagaimana biasa
Musyawarah ini disaksikan oleh Abdul Hafizh Minyar, Faruq Ahmad, Dr. Tsanaullah, Muhammad Utsman Ali Khan, DR Khalid Shiddiqi.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 475, 476
1994 Juli 4 – Baru saja diputuskan dalam musyawarah bersama seluruh masyaikh Nizhamuddin. Tinta kesepakatan belum lagi kering, Maulana Saad sudah mulai melanggar beberapa kesepakatan tersebut, di antaranya adalah:
- Tapa musyawarah, Maulana Saad telah melarang kaum wanita untuk shalat Tarawih di kamar tersebut. Padahal mereka melaksanakan shalat Tarawih di kamar tersebut sudah berjalan lebih dari 40 tahun, yaitu sejak zaman Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan.
- Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, ketika Maulana Zubair beri’tikaf, Maulana Saad memerintahkan bahwa selama Maulana Zubair berada di dalam kamar tersebut, maka tidak diperbolehkan lagi didatangkan makanan dari rumahnya baik untuk sahur atau pun untuk ifthar. Namun putra beliau, Maulana Zuhair, Khubaib dan Shubaib, akhirnya memberikan makanan dari rumahnya lewat masjid, dan dari masjid baru dihidangkan kepada ayahnya. Setelah itu baru dikembalikan lagi ke rumah.
- Maulana Saad memerintahkan para khadimnya agar mengeluarkan semua kitab milik Maulana In’amul Hasan dari loteng dan diletakkan di depan kamar Maulana Zubair. Ketika didapati kitab-kitab itu sudah berada di depan kamarnya, Maulana Zubair sangat terkejut dan sangat terpukul hatinya. Namun sebagaimana akhlakya, beliau hanya diam dan sabar.
- Suatu ketika, di hadapan majelis makan bersama tamu-tamu khawas dari dalam dan luar negeri, Maulana Saad dengan nada menghakimi berkata kepada Maulana Zubair yang sedang bersama para tamu khawwas, “Aku akan membuat toilet di sana (di kamar Maulana In’amul Hasan), maka segera keluarkan lemarinya dari sana!”. Maulana Zubair berdiri dari tempat makan dengan marah dan langsung menyerahkan kunci kamar tersebut. Tertulis di dalam buku diary beliau, “Hamba ini hanya karena melihat maslahat markas ….. maka begitu selesai makan, langsung aku kirimkan kuncinya.”
- Kunci yang telah diputus dalam musyawarah dipegang oleh tiga faisalat, ternyata kunci itu telah ditukar dengan yang baru dan hanya dipegang oleh Maulana Saad.
- Akibatnya, apabila Maulana Saad berpergian keluar dari Nizhamuddin, maka terpaksa musyawarah pagi diadakan di hall bagian depan. Padahal para masyaikh senior, seperti; Maulana Ya’qub, Maulana Ibrahim, Maulana Ahmad, Prof. Muhsin dan yang lainnya banyak yang duduk dalam musyawarah tersebut.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 475
1996 Agustus 13 – Maulana Izharul Hasan meninggal dunia. Beliau adalah diantara Syura Alami yang dibentuk oleh Maulana In’amul Hasan, dan sekaligus sebagai syura markas Nizhamuddin yang paling inti, paling sepuh, imam markas Nizhamuddin, mudir pesantren Kasyiful Ulum, Syaikhul Hadits pesantren Kasyiful Ulum, ketua pengurus markas Banglawali masjid Nizhamuddin.
Setelah wafat Maulana Izharul Hasan, Maulana Saad dijadikan pengurus masjid Banglawali. Termasuk bendahara dan urusan keuangan markas Nizhamuddin, yang sebelumnya tidak pernah dipegang oleh siapa pun. Sekarang urusan keuangan markas Nizhamuddin hanya diketahui oleh Maulana Saad saja. Dan urusan keluar masuk keuangan markas tidak ada yang mengetahui, bahkan laporan kepada yayasan pun tidak ada.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 4, Maujudah Ahwalki Wadhahat se Muta’alliq, hlm 13
1995 Oktober 5 – Musyawarah pagi di Nizhamuddin mengenai nama-nama masyaikh yang akan hadir di Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Terjadi perselisihan kecil tentang keberangkatan Maulana Syahid yang ikut ke Ijtima’ Raiwind. Maulana Saad menentang keras keikutsertaan Maulana Syahid dalam rombongan Masyaikh, tanpa alasan yang jelas. Sedangkan semua masyaikh menyetujui dan tidak ada masalah. Pada saat musyawarah Maulana Saad hanya diam, tetapi begitu selesai musyawarah, Maulana Saad sangat marah kepada Miyaji Mehrab yang menjadi faisalat musyawarah. Maulana Saad berkata dengan suara keras, “Kalau Syahid berangkat, saya tidak akan berangkat!” Miyaji Mehrab dengan penuh kesabaran meredakan marah Maulana Saad dan menerangkan tentang bahayanya dendam dan kebencian, serta bagaimana hubungan Maulana Syahid dengan Hadhratji yang begitu dekat. Lalu Miyaji Mehrab berkata, “Karena Syahid telah menjadi menantu Hadhratji, maka kita semua telah menjadi menantu Hadhratji.” Begitu marah Maulana Saad saat itu. Lalu pada waktu shalat Ashar, ia menulis surat yang panjang kepada Maulana Zubair yang isi surat tersebut, disebutkan oleh Maulana Syahid; “Isinya adalah contoh yang sempurna dari ayat; Kaburat kalimatan takhruju min afwahihim. Yang artinya; ‘sungguh buruk kalimat yang keluar dari mulut-mulut mereka’. Maulana Syahid berkata, “Dengan merenungkan hal ini, maka saya hanya bersyukur kepada Allah menjadikan saya sebagai orang yang dihasadi bukan dari golongan orang yang hasad.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 318-319
1996 Oktober 7 – Maulana Zubair mengirim pesan kepada Maulana Syahid; “Tiket, visamu dan lain-lainnya sudah tersedia di Bhay Syarafatullah. Jika kamu mau, kamu sebaiknya hadir di Ijtima’ Raiwind.” Maulana Syahid menjawab, “Seandainya di sana Maulana Saad membuat keributan, maka ditakutkan selain akan terjadi perpecahan, juga akan merusak kerja dakwah ini.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 319
1996 November 10 – Pembentukan Ahli Syura Indonesia di Raiwind Ijtima’. Faisalat Syura Alami saat itu adalah Mufti Zainal Abidin, Pakistan. Diangkat dan disahkan jajaran Syura Indonesia, yaitu; H. Ahmad Zulfakar, H. Cecep Firdaus, H. Dr. A. Noor Alydrus, H. Muslihuddin Jafar, H. Andi Aminuddin Noor, H. Syamsuddin, H. Hasan Basri, KH. Ahmad Mukhlisun, KH. Uzairon Thaifur, KH. Abdul Halim, H. Suaib Gani, KH. Luthfi Yusuf, H. Muhammad Jamil.
Dari 13 orang syura Indonesia tersebut di atas, sebanyak enam orang diangkat jadi faisalat, dengan sistim berganti-ganti. Mereka adalah: H. Ahmad Zulfaqar, Dr. A. Abdurrahman Noor, H. Cecep Firdaus, H. Muhammad Muslihuddin, Ir. Andi Aminuddin Noor, dan KH. Abdul Halim.
Sistem faisalat bergiliran. Tetapi setelah H. Ahmad Zulfaqar wafat, sistem rotasi faisalat tidak berjalan. Akhirnya muncullah faisalat tunggal; H. Cecep Firdaus yang berjalan selama bertahun-tahun, sehingga muncul anggapan bahwa beliau adalah Amir Indonesia.
1997 Mei 21 – Rabu, Maulana Muhammad Umar Palanpuri wafat. Beliau dijuluki oleh Hadhratji sebagai, ‘Lisanud Dakwah wat Tabligh’.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 432
1997 Agustus – Salah seorang Syura Alami; Miyaji Mehrab Mewati wafat.
Sumber: Tabligh Markas Hazhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 5
1997 September 27, 28, 29 – Ijtima’ Tandabadli, India. Maulana Saad sudah mulai secara terang-terangan memberikan komentar- komentar sumbang tentang Hadhratji In’amul Hasan. Berbagai telepon dan surat penentangan atas hal ini berdatangan dari berbagai penjuru. Hal ini menjadi pembicaran serius di kemah para masyaikh, di antaranya di kemah Prof. Nadir Ali Khan Aligarh, Maulana Ahmad Laat, Maulana Yunus Palanpuri.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 152
1998 April – Safar dakwah seluruh masyaikh Syura Alami ke beberapa negara Afrika, yaitu; Kenya, Malawi, Zambia, Mozambiq, Zimbabwe, South Afrika, Re-Union, Madagaskar, dan Mauritius. Selama perjalanan tersebut, Amir faisalat musyawarah selalu berganti-ganti di antara Syura Alami yang ada.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 190
1999 Oktober 18 – Salah seorang Syura Alami yang sezaman dengan Maulana Ilyas, yaitu; H. Abdul Muqit wafat di Bangladesh.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 13
1999 November 15 – Salah seorang Syura Alami; Maulana Said Ahmad Khan wafat di Madinah Munawwarah dan dikuburkan di pekuburan Jannatul Baqi’.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 319
1999 – Dari sepuluh orang Syura Alami; Lima orang masyaikh telah wafat, dan yang tersisa lima orang masyaikh, yaitu: Mufti Zainal Abidin, H. Afdhal, H. Abdul Wahab, Maulana Saad, dan Maulana Zubairul Hasan.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 17
1999 Desember 31 – Hari Jum’at, bulan Ramadan. Salah seorang sahabat karib Syaikh Maulana Ilyas, ulama terkenal bertaraf internasional, yaitu; Sayyid Maulana Abul Hasan Ali an-Nadwi wafat.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 409
2000 – Safar dakwah kelima orang masyaikh Syura Alami ke Jerman, Amerika, Trinidad, Kanada dan Inggris. Bersama mereka adalah; Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Ahmad Laat, H. Rahmatullah Banares, Prof. Muhsin, Prof. Abdul Alim, Iqbal Hafizh, Maulana Yunus, Faruq Ahmad Benglore, Maulana Ahmad Miri, Maulana Zuhair, Maulana Shalih, Maulana Syahid, Maulana Ihsanul Haq, Maulana Thariq Jamil, Bhay Ibrahim Abdul Jabbar, Bhay Harun Quraesy, Maulana Muzammil Bangladesh, Maulana Qari Zubair.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 190
2000 Juli 26 – Peletakan batu pertama pembangunan markas London. Dalam semua perjalanan ini, hampir sebagai amir faisalat selalu diantara Mufti Zainal Abidin, H. Abdul Wahab, dan Maulana Zubair.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 321
2000 to 2014 – Sejak wafatnya Mufti Zainal Abidin dan Hj Afdhal, muncul usulan dari berbagai pihak untuk menambah jumlah anggota Syura. Proposal seperti itu selalu tertunda dengan berbagai masalah yang diajukan.
Sumber: Maulana Ahmad Mewati, khadim Maulana Zubair
2001 November 2 – Kritikan pertama Bayan Maulana Saad. Maulana Muhammad Ishaq Utarwi telah menulis surat yang ditujukan kepada tiga orang, yaitu: Maulana Saad, Maulana Zubairul Hasan, dan Maulana Iftikharul Hasan. Isinya adalah meminta perhatian mereka bertiga, atas kekhawatiran terhadap kandungan bayan-bayan Maulana Saad yang termaktub dalam kitab ‘Kalimah ki Dakwat’ sudah cenderung keluar dari jalan para masyaikh dakwah dan jumhur ulama. Dengan mengutip Malfuzhat Hadhratji Maulana Yusuf, Beliau berkata: “Tidak ada suatu kekuatan pun yang dapat menhancurkan kerja kita ini. Seandainya ada yang menghancurkan kerja ini hanyalah karena perbuatan orang-orangnya sendiri.”
Sumber: Maulana Saad se Ulama Umat ke Ikhtilaf ki Bunyadi Wujuhat, hlm. 7,8
2002 – Maulana Saad mulai menyebarkan kitab Muntakhab Ahadits, tanpa musyawarah dan kesepakatan seluruh Syura Alami. Berkali-kali hal ini diperingatkan oleh para Masyaikh, namun tetap tidak dipedulikan.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, Page 14
2002 Januari 16 – Perjalanan menuju Ijtima’ Tonggi, Bangladesh. Para masyaikh mengendarai kereta api dari Kalkutta ke Dakka. Kafilah masyaikh Nizhamuddin berjumlah 23 orang, dengan amir kafilah Maulana Ahmad Laat. Kafilah para masyaikh saat itu adalah; Maulana Zubair, Maulana Saad, Maulana Yasin, Maulana Ahmad Madhi Mewati, Maulana Yunus, Maulana Sulaiman Jhanji, Maulana Shalih, Prof. Nadir Ali Khan dan yang lainnya.
Maulana Syahid menceritakan, bahwa di dalam kereta itu beliau bermimpi di dalam tidurnya dan menceritakan mimpi itu kepada Maulana Zubair dan Prof. Nadir Ali Khan. Prof. Nadir Ali mengatakan tafsir mimpi itu; Pertama, Allah dan Rasul-Nya menerima buku yang kamu tulis mengenai Dakwat ki Bashirat, dan yang kedua Alah dan Rasul-Nya menjawab tuduhan Maulana Saad yang mengatakan bahwa selama 30 tahun dalam kepemimpinan Hadhratji Maulana In’amul Hasan telah menjadikan kerja Dakwah dan Tabligh ini rusak parah. Yang benar adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya justru telah menerimanya.
Sumber: Ahwalwa Atsar, hlm. 35.
2004 Mei 15 – Mufti Zainal Abidin, salah satu Syura Alami Syaikh In’amul Hasan wafat. Beliau adalah diantara khalifah Maulana Zakariyya, dan sangat rapat hubungannya dengan Hadhratji Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan. Jenazahnya dikebumikan di Faishal Abad, Pakistan.
Sumber: Tadzkirah Maulana Zubairul Hasan, hlm. 127
2004 November 27 – Surat Maulana Zubair kepada syura, yang ringkasan isinya demikian:
“Sesungguhnya kepentingan ijtima’ tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan infiradi. Syura tidak boleh memihak kepada saya atau kepada Maulana Saad. Dan yang penting untuk disadari bahwa apa pun amalan dan keadaan yang terjadi di Nizhamuddin akan sangat berpengaruh ke seluruh dunia. Misalnya masalah kamar yang sudah ditandatangani oleh 15 orang masyaikh, termasuk Maulana Izhar, Maulana Zubair, dan Maulana Saad, itu pun dilanggar oleh Maulana Saad. Sampai seluruh buku Maulana In’amul Hasan tiba-tiba sudah diturunkan oleh para khadim di depan kamar saya, tanpa memberitahu saya. Selang beberapa hari, Maulana Saad mengatakan agar saya segera memindahkan lemari ayah saya yang di atas, karena ia mau membangun toilet di situ. Sedangkan masalah kamar di atas itu sudah diputus dalam musyawarah dan sedang disiapkan ole Bhay Yusuf, namun karena ada perintah raja seperti ini akhirnya tidak jadi. Sekarang saya sudah sepuluh tahun shalat di luar masjid. Sedangkan saya udzur dengan kursi roda saya. Saya pun malu untuk membuat jalan lewat setiap akan shalat. Maka tolong saya berharap masalah in segera diselesaikan.”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 492
2004 Disember 11 – Di hadapan para masyaikh, Maulana Saad dipanggil. Beliau datang dengan marah. Berbagai perkataan busuk dan kotor terucap dari lisannya. Tidak kurang dari tujuh kali ia menyebut kepada Maulana Syahid dengan panggilan ‘Khabits’ (setan jahat). Semua masyaikh telah memperingatkan beliau agar menjaga lisannya. Termasuk H. Rahmatullah Banaras, ia berkata, “Kamu ini termasuk syura, sedangkan Syahid bukan.” Maulana Saad menjawab,
“Tanda tangan yang telah aku berikan untuk pembentukan syura, aku tarik kembali. Karena selama ini aku yang kerja! Apa yang kalian kerjakan?”
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 492
2005 April 11 – Hj Muhammad Afdhal, Pakistan, salah satu Syura Alami yang dibentuk oleh Syaikh In’amul Hasan wafat. Dengan wafatnya H. Afdhal, bertambah usulan dari berbagai pihak, baik secara infiradi atau pun ijtima’i agar susunan Syura Alami yang tersisa tiga orang masyaikh itu, segera ditambahkan dan dilengkapi lagi personilnya. Namun selalu tertunda.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 18
2005 – Datang surat pengaduan kepada Darul Ulum Deoband dari seorang tokoh ulama Kanpur, India, yang mengkritik bayan Maulana Saad. Dari bayan beliau tersebut, ia berkesimpulan bahwa Jamaah Dakwah ini telah berubah menjadi firqah atau sekte yang tersendiri yang dibuat oleh Maulana Saad. Pengaduan ini sangat mengejutkan para Ulama Deoband. Pengaduan ini dicatat dan disimpan untuk dipelajari.
Sumber: Darul Ulum Deoband ke Mauqif, hlm. 17
2006 September 12 – Selasa. Markas Nizhamuddin. Sebelum Hayatus Sahabah, Maulana Saad dengan penuh semangat menekankan kepada hadirin secara umum untuk membaca kitab Muntakhab Ahadits di dalam ijtima’i amal. Hal ini langsung menimbulkan keributan pada orang-orang lama di markas. Kemudian mereka berkumpul dan berkata, “Sampaikanlah kepada beliau (Maulana Saad) bahwa sebelum hal ini dimusyawarahkan, agar jangan ditarghibkan masalah in kepada umum.” Bhay Faruq Ahmad, Prof. Tsanaullah, Khalid Shiddiqi, Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Ahmad Laat dan yang lainnya, berkumpul ba’da shalat Isya dan secara khusus menjumpai Maulana Zubairul Hasan. Mereka mengungkapkan masalah tersebut kepada beliau.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 460
2006 September 13 – Musyawarah pagi di markas Nizhamuddin. Selesai musyawarah program, maka di hadapan Maulana Zubair dan Maulana Saad, para masyaikh dan orang-orang lama kembali menyampaikan bahwa mereka tidak setuju pembacaan kitab Muntakhab Ahadits diijtimaikan dalam Jamaah Tabligh, sebelum resmi diputus dalam musyawarah Syura Alami. Pada mulanya Maulana Saad marah besar dan mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan orang-orang yang hadir di situ. Namun ketika beliau melihat bahwa semua orang memang tidak menyetujuinya, maka beliau pun diam.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 460
2006 November – Buat pertama kalinya Ijtima’ Raiwind, Pakistan dibagi menjadi dua bagian, karena banyanya yang hadir dan untuk lebih memudahkan pengaturan. Ijtima’ kedua diadakan selish tiga hari dari ijtima’ pertama.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 324
2011 Januari – Ijtima’ Tonggi Bangladesh mulai dipecah meniadi dua bagian sebagaimana Ijtima’ Raiwind.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 442
2014 Maret 18 – Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zubairul Hasan meninggal dunia di Banglawali masjid, Nizhamuddin, India. Setelah menjalani perawatan di Dr. Ram Manohar Lohia (RML) Hospital, Delhi. Ketika hendak dibawa ke rumah sakit, beliau berkata, “Bawakan saya kain ihram, saya mau umrah.”. Keluarganya berkata, “Tidak, aba mau ke rumah sakit.” Beliau berkata, “Tidak, aba mau umrah. Bawakan kain ihram.” Beliau pun pergi ke Rumah Sakit dengan niat umrah. Dan sesaat ketika meninggalkan Nizhamuddin, beliau berucap, “Asssalamu ‘alaikum. Selamat tinggal Nizhamuddin.” Maulana Zubairul Hasan wafat dalam perjalanan ‘umrahnya’. Terkabullah doa beliau yang selalu dipanjatkan olehnya: “Ya Allah, matikanlah aku sebelum datangnya fitnah yang menimpa Nizhamuddin.” Ratusan ribu umat islam menghadiri shalat jenazah beliau yang dimami oleh Maulana Iftikharul Hasan Kandhalawi (pamannya) dan dikebumikan bersebelahan dengan makam Akabir Dakwah di pusara Masjid Banglawali, markas Nizhamuddin. Diantara tokoh-tokoh ulama besar India yang turut menshalatinya ialah; Mufti Ahmad Said Palanpuri, Maulana Yunus Jaunpuri, Maulana Yunus Palanpuri, Maulana Thalha Kandhalawi, Maulana Aqil Mazahiri, Maulana Syahid Saharanpuri, Maulana Salman Saharanpuri, dan lain-lainnya.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 501
Sepanjang hayat beliau, beliau tidak pernah sedikit pun mengeluarkan kata-kata atau satu lafazh saja yang menyinggung atau meremehkan atau merendahkan siapa pun, baik terhadap lembaga, pribadi, pondok pesantren, pergerakan dan yang lainnya. Beliau sangat menghormati semua lapisan umat, apalagi terhadap alim ulama. Semua itu beliau lakukan sebagaimana contoh dan teladan dari semua masyaikh terdahulu terutama ketiga Hadhratji yang telah mendahuluinya.
Bahkan yang selalu dikenang adalah ucapan yang selalu diberikan oleh ayahandanya; Hadhratji Tsalits, “Umat sekarang ini berada dalam kejahilan yang terendah. Iman dan shalat saja mereka abaikan. Oleh sebab itu, berikanlah kepada mereka nasehat pada poin-poin yang penting. Membawa mereka kepada iman dan salat itu sudah cukup.” Dengan arahan seperti inilah, maka tidak akan dijumpai di semua bayan beliau, kapan pun dan di mana pun, yang menyinggung dan merendahkan orang lain.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 339
Era Sepeninggalan Maulana Zubair
2014 November – Pasca wafatnya Maulana Zubair, kedudukan doa dan mushafahah yang biasa dilakukan ole Maulana Zubairul Hasan diputus dalam musyawarah diganti oleh putranya, yaitu: Maulana Zuhairul Hasan. Maulana Saad benar-benar marah atas hal ini. Kemudian entah siapa yang memulai; muncullah i s tentang keamiran. Hal ini telah merusak ijtimaiyyat jamaah. Diserukan bahwa sekarang ini ada perselisihan antara dua orang (Maulana Zuhairul Hasan dan Maulana Saad) yang ingin menjadi amir. Berta ini telah memancing emosi jamaah, dan menimbulkan perpecahan yang luar biasa di internal Jamaah Tabligh (di India).
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 76
2014 – Maulana Saad dengan berani telah mengkhianati perjanjian dan memulai bay’at yang dahulu pada tahun 1995, dia sendiri yang paling keras mengusulkan agar di markas Nizhamuddin ditiadakan bay’at. Dan yang lebih menggemparkan lagi adalah, ia berani membay’at dengan menggunakan nama Maulana Ilyas, yang tidak pernah memberi izin kepadanya untuk member bay’at.
Maulana Saad sengaja mengusulkan agar ditutup bay’at di Nizhamuddin pada tahun 1995, semata-mata karena pada sat itu yang memiliki ijazah member bay’at di Nizhamuddin dari Maulana Zakariyya dan Maulana In’amul Hasan yang bersambung kepada Maulana Ilyas hanyalah Maulana Zubairul Hasan. Sedangkan dirinya sendiri tidak memiliki ijazat bay’at tersebut. la tidak mau, jika dengan bay’at tersebut, orang-orang akan berpihak kepada Maulana Zubair. Oleh sebab itu ia selama Maulana Zubair hidup selalu menekankan kepada masyarakat umum bahwa bay’at dan thariqat itu tidak penting.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 21
2014 November 16 – Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Di hadapan para masyaikh, Maulana Saad kembali mengungkit masalah mushafahah yang diberikan kepada Maulana Zuhair. Mengenai kejadian ini, Maulana Syahid Saharanpuri menulis di dalam bukunya;
“Telah diputus dalam musyawarah seluruh masyaikh bahwa yang member musafahah kepada jamaah yang akan keluar fi sabilillah adalah Maulana Saad dan Maulana Zuhairul Hasan di atas panggung. Namun setelah musyawarah diputuskan, tiba-tiba Maulana Saad berkata kepada seluruh ahli musyawarah; “Mulwi Zuhair jangan ikut musafahah bersama saya. Saya sendiri yang akan memberikan musafahah. Mushafahah berdua itu khilafus sunnah. Maka seluruh ahli syura ketika itu langsung menyatakan bahwa sesuai dengan kaidah Jamaah Tabligh ini bahwa apa yang diputuskan di dalam musyawarah itulah yang dilaksanakan. Dengan demikian, yang memberi musafahah tetap berdua. Mengetahui permintaan Maulana Saad yang demikian, maka semua orang mulai mencemaskan suatu bahaya besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi dalam usaha dakwah ini. Pada saat itu, Allah memberikan kepada H. Abdul Wahab karunia Bashirah dan kesabaran yang luar biasa. Beliau pun mendatangi kamar Maulana Zuhairul Hasan, dan berkata kepadanya; “Anakku sayang, Maulana In’amul Hasan selalu menyuruhku untuk memberikan mushafahah di halaqah orang-orang luar negeri. Saran saya, biarlah kamu pergi ke sana dan mushafahah di sana.” Maulana Zuhair tanpa membantah sedikit pun langsung berkata, “Saya hanyalah anakmu. Apa pun yang engkau katakan akan aku lakukan.” Maulana Zuhair pun langsung pergi ke halaqah orang luar negeri untuk memberikan musafahah.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 77-79
2014 Desember 8 – Penutupan Ijtima’ di Bhopal, India. Terjadi puncak perselisihan, di mana mushafahah yang sudah disiapkan di atas panggung untuk dua orang, yaitu Maulana Saad dan Maulana Zuhairul Hasan, tiba-tiba Maulana Saad marah besar dan menolak untuk mushafahah berdua dengan Maulana Zuhair. Beliau berkata bahwa Mushafahah berdua itu melawan sunnah. “Aku atau dia (Maulana Zuhair yang pergi),” kata Beliau. Para masyaikh memmujuk beliau, namun beliau bersikeras menolak, lalu beliau pun turun dari panggung dan pergi meninggalkan majma’. Maulana Zuhair pun tidak mahu kalau mushafahah sendiri, beliau pun turun juga dari panggung, namun para masyaikh menahannya dan mengingatkan beliau bahwa majma’ sudah menunggu untuk mushafahah. Maulana Zuhair pun akhirnya menerima mushafahah. Beberapa saat setelah kejadian ini, atas perintah Maulana Saad, beberapa maulana pergi ke Mewat.
Di sana mereka memberitakan kabar dusta bahwa Maulana Saad telah ditarik dari panggung dengan paksa hingga terjatuh oleh Maulana Ahmad Mirhi Mewati (khadim Maulana Zubair) dan oleh Maulana Yasin Mewati. Berita dusta dan provokasi ini telah menyulut kemarahan orang-orang Mewat, sehingga ribuan orang Mewat datang dan bersiap-siap menyerbu Nizhamuddin. Mereka singgah dan bermalam di suatu tempat perbatasan Delhi. Beberapa tokoh mereka berpidato dengan berapi-api menyulut emosi orang-orang Mewat. Mereka berkata; “Amir kami adalah Muhammad Saad. Dan setelah dia, Amir akan berasal dari keturunannya walaupun belum dewasa. Kami orang Mewat akan mengambil tanggung jawab markas. Dan orang-orang dari daerah lain atau negara lain, tidak dizinkan untuk mengambilnуа.” “Dua orang ini (Maulana Ahmad Mirhi dan Maulana Yasin) harus segera meninggalkan Markaz atau kami akan seret mereka dari Markas dan memotongnya menjadi beberapa bahagian.”
Kepolisian Haryana (wilayah perbatasan Mewat) langsung mengambil tindakan dengan menghubungi ke Kepolisian Delhi dan kepolisian Delhi segera mengerahkan kekuatannya untuk berjaga-jaga di sekitar Markas Nizhamuddin. Melihat hal ini, beberapa orang bijak dari gerombolan tersebut mengajak kelompoknya untuk kembali ke Mewat tanpa membuat keributan apa pun. Dengan rahmat Alah, pada hari itu, markas Nizhamuddin telah diselamatkan dari tragedi besar.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm 77
2014 – Di tahun ini, entah karena apa, Maulana Saad dikenal banyak menyampaikan bayan-bayan yang mengkritik para Ulama:
“…Menerima upah dari mengajar agama lebih buruk daripada upah pelacur….;
“…Ulamanya banyak, tapi mereka tidak memberi manfaat (agama) apapun…;
“… Ilmu agama hanya diperoleh melalui Khuruj dengan Jamaah Tabligh….;
“… Apa yang dilakukan para ulama sampai saat ini? Para ulama tidak berbuat apa-apa. Segala sesuatu tentang agama yang tersebar sekarang bukanlah hasil usaha para ulama, tetapi hasil usaha Jamaah Tabligh. Para ulama hanya melakukan 4% dari agama, sedangkan Jamaah Tabligh 96%.Selain itu, Ulama tidak melakukan pekerjaan agama semata-mata karena Allah, tetapi melakukannya hanya untuk pembayaran….;
“… Tidak perlu Tazkiyatun Nafs (seperti; Suluk, Khanqah Dzikir, dll) untuk mencapai ketakwaan.
“… Jangan mempekerjakan Ustadz sebagai imam masjid atau guru madrasah, jika dia belum keluar selama setahun. Bahkan lebih baik memecat mereka. Jangan berikan anak perempuan anda untuk dinikahkan dengan mereka. ….;
“…Dia yang tidak pernah keluar selama 40 hari, fikrnya bukanlah fikr orang yang beragama, bahkan fikrnya pun bukan fikr seorang Muslim….;
“… Apa juga usaha agama yang tidak mengikuti usaha Tabligh di Nizamuddin, sebesar apapun usahanya, bukanlah usaha agama….;
“… Mengajar agama untuk mendapatkan upah adalah menjual agama. Orang yang berzinah akan masuk surga lebih dulu dari orang yang mengajarkan Al-Qur’an dengan upah….;
“….Shalat orang yang membawa handphone berkamera di sakunya adalah batil. Dapatkan sebanyak-banyaknya fatwa dari ulama mana pun. Tidak ada pahala untuk itu. Orang yang melakukan ini bersalah. Tidak ada pahala. Para ulama yang mengeluarkan fatwa yang mengizinkan ini, menurut saya, adalah Ulama Suu’ (Ulama Jahat). Hati dan pikiran mereka telah dipengaruhi oleh Nasrani dan Yahudi. Mereka jahil. Hati mereka tidak memiliki keagungan Kalamullah…;
“…Tiga tempat suci itu adalah; Makkah al-Mukarramah, Madinah al-Munawwarah, dan masjid Banglawali, Nizamuddin…;
“… Hidayah tidak ada di tangan Allah. Itulah sebabnya Allah mengutus para Nabi untuk menebar hidayah. Hidayah adalah akibat dari usaha. Orang mendapat hidayah karena usaha para Nabi…”
Sumber: Berbagai Rekaman Audio
2014 – Ratusan surat datang dari berbagai penjuru kepada Darul Ulum Deoband yang isinya mengkritisi bayan-bayan Maulana Saad di beberapa ijtima’ dan majelis umum. Di mana isi bayan-bayan tersebut banyak yang bertentangan dengan Ijma’ ulama dan Ghuluww (sikap berlebih-lebihan) dalam Tabligh.
Darul Ulum Deoband melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti serta saki atas kesalahan-kesalahan yang dituduhkan kepada Maulana Saad. Lebih dahulu dikirimkan surat teguran tidak resmi kepada Maulana Saad untuk menjaga maruah dan kehormatan beliau serta demi menjaga kemuliaan kerja dakwah ini. Namun tidak ada respon dan perubahan dari sikap Maulana Saad, bahkan semakin banyak berdatangan ke Darul Ulum Deoband surat aduan dari masyarakat umum dan para alim ulama atas capan-ucapan Maulana Saad yang semakin hari semakin bertambah menyimpang. Tuntutan jawaban dari masyarakat umum pun semakin memuncak. Dan utusan dari Darul Ulum Deoband tidak kurang banyanya telah datang dan pergi ke Nizhamuddin semata-mata untuk meluruskan masalah ini.
Sumber: Mawqif Darul Ulum Deoband, Page 5, 20
2014 to 2015 – Seluruh masyaikh dan orang tua markas Nizhamuddin tidak ada bosannya memperingatkan Maulana Saad agar berhati- hati dalam berbicara apalagi saat menyampaikan bayan di depan majelis mum. Di dalam sejarah Jamaah Dakwah dan Tabligh, sudah menjadi ushul dan disiplin jamaah, bahwa pembicaraan siapa pun ahli Dakwah, hendanya tidak menyinggung masalah terkini, masalah fiqih dan fatwa, masalah aib masyarakat, masalah khilafiyah, dan tidak melanggar empat hal, yaitu; Membanding-bandingkan (taqabul), Merendahkan (tanqish), Mengkritik (tanqid), dan Menolak (tardid). INILAH SUMBER KEDUA YANG MENYEBABKAN MUNCULNYA PERMASALAHAN BESAR DALAM JAMAAH DAKWAH DAN TABLIGH SECARA UMUM.
Khususnya Maulana Ibrahim Dewla, sebagai orang tua, guru, pembimbing, dan pengasuh Maulana Saad, beliau mengajak Maulana Saad untuk senantiasa bermusyawarah sebelum menyampaikan materi-materi bayan. Dengan berbagai cara beliau berusaha menyelamatkan Maulana Saad dan usaha dakwah ini. Namun sayangnya, semua nasehat itu ditolak oleh Maulana Saad.
Maulana Saad merasa tidak nyaman dengan segala kritikan terhadap dirinya. la tidak suka orang-orang datang dan mengkritik dirinya. Atas dasar ini, mulailah diserukan sebuah tasykilan baru untuk khidmat dua bulan di markas Nizhamuddin. Bukan untuk maksud dan keperluan, tetapi khusus hanya untuk hirasah pribadi Maulana Saad. Maka berdatanganlah dari kawasan Mewat dan Jamnapar, Delhi; pemuda-pemuda yang tidak dikenal, yang tidak pernah keluar sehari pun di jalan Alah, gangster-gangster yang tidak mengenal adab dan sopan santun. Mereka bertugas khusus hanya menjaga Maulana Saad. Jumlah mereka setiap bulannya rata-rata mencapai seratus orang lebih. Tugas mereka, selain menjaga Maulana Saad, juga memata-matai siapa saja yang dianggap tidak sejalan dengan Maulana Saad. Sejak saat itu cacian, makian, pemukulan, hingga penyiksaan hampir setiap hari terjadi di markas Nizhamuddin.
Suasana markas Nizhamuddin yang telah dihidupkan dengan suasana Ikramul Muslimin dan akhlak yang mulia, telah berubah menjadi suasana saling bertengkar dan memaki.
Orang-orang di internal markas Nizhamuddin terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang pendukung Maulana Saad. Mereka adalah para penjilat. Untuk mendapatkan kedudukan di kursi paling depan Maulana Saad, mereka rela menutup hati dan mata mereka dari kekeliran yang dilakukan oleh Maulana Saad. Tindakan-tindakan mereka cenderung provokatif, anarkis dan tidak memiliki adab sama sekali. Kelompok kedua adalah orang-orang yang bertahan dengan cara kerja tiga Hadhratji sebelumnya, dan tidak sependapat dengan tingkah laku Maulana Saad yang berjalan tanpa musyawarah.
SEJAK SAAT ITU, BANYAK TERSEBAR MANIPULASI BERITA DAN LAPORAN-LAPORAN PALSU TENTANG MARKAS NIZHAMUDDIN DAN PARA MASYAIKHNYA.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 9-13
2015 Agustus 18 – Hari terakhir musyawarah Uttar Pradesh (UP) di lantai empat markas Nizhamuddin. Setelah penutupan Jurd ini, para penjaga Maulana Saad membuat keributan. Kejadiannya hampir mirip dengan peristiwa di Raiwind ijtima’. Maulana Saad dan orang- orangnya melarang dan mengusir karkun-karkun UP yang ingin bermusafahah dengan Maulana Zuhairul Hasan.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 10
2015 Agustus 20 – Kamis, malam Syabghuzari di Nizhamuddin. Orang-orang penanggung jawab Delhi telah diprovokasi yang memancing emosi, sehingga kembali terjadi keributan di antara mereka dan para pengawal Maulana Saad.
Tindakan para pengawal Maulana Saad ini, apabila sedikit saja ada laporan dari mata-mata mereka, bahwa si fulan telah menjelek-jelekkan Maulana Saad, maka di tempat itu pula si fulan akan mereka pukuli. Inilah yang memicu keributan-keributan di Nizhamuddin.
Sumber: Tabligh Markas Hazhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 10
2015 Agustus 23 – Dengan keadaan yang penuh kekacauan ini, beberapa Masyaikh Muqimin markas Nizhamuddin dan sekumpulan tokoh masyarakat setempat di sekitar kampung Nizhamuddin, yang dipimpin oleh H. Mumtaz, mempertanyakan kekacauan yang terjadi di markas Nizhamuddin. Mereka merasa prihatin dengan keadaan markas dan menentang keras tindakan kekerasan terjadi di markas Nizhamuddin. Mereka menghendaki ada solusi atas semua permasalahan ini. Namun baru saja mereka datang, mereka langsung dikecam oleh Maulana Saad, “Mau apa kalian?! Kalian datang tapa diundang, kalian datang membawa fitnah. Kalian diam dan jangan ikut campur.!” Makaterjadi perdebatan yang keras dan keributan.
Saat itu Maulana Saad berkata, “.Saya adalah amir. Demi Tuhan, saya adalah amir seluruh umat…” Seorang muqimin berkata, “Siapa yang mengangkatmu menjadi amir?!” Beliau tetap berkata, “.Saya adalah amir. Saya amirnya Ibrahim, saya amirnya Ahmad Laat. Demi Tuhan, saya amirnya umat…” Lalu orang-orang berkata, “Kalau begitu kami tidak akan mentaatimu…” Beliau pun berkata dengan geram, “Aku amirnya kalian, siapa yang tidak taat, pergilah ke neraka jahannam….” Atas cakapan in orang-orang pun berdiri dan bubar.
Sumber: Audio Recording Maulana Saad Proclaims himself Amir of the Ummah
2015 September – Di dalam bayan Shubuh di markas Nizhamuddin, Maulana Saad mengucapkan dengan tegas di hadapan majelis bayan, “Demi Tuhan, di dalam keempat dinding ruang ini, tidak ada amir kecuali saya.” Ucapan itu ditentang oleh Maulana Ya’qub dalam bayan berikutnya. Namun keesokan harinya, Maulana Saad kembali memberikan bayan dan di dalam bayan itu beliau menghina Maulana Ya’qub dengan sinis berkata, ‘…Menurut saya, dia (Maulana Ya’qub) itu orang yang tidak punya akal dan sangat jahil, yang mengatakan tidak ada amir. Ini salah. Ini salah. Demi Tuhan di sini tidak ada amir kecuali saya.”
Padahal Maulana Ya’qub adalah guru Maulana Saad, bahkan guru Maulana Harun; ayahnya.
Sampai di sini, Maulana Saad telah membuat tiga penyelewengan yang besar dalam asas Tabligh, yaitu: (1) Membuat arahan-arahan baru tanpa musyawarah, (2) Mengadakan Bay’at tanpa ijazat siapa pun. (3) Mengangkat dirinya sebagai amir tanpa musyawarah.
Sumber 1: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 13
Sumber 2: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 23
2015 September 10 – Berbagai nasehat dan peringatan kepada Maulana Saad sama sekali tidak digubris. Karena itu, elders di Nizamuddin berkumpul. Mereka sepakat untuk menulis surat Ijtimai kepada Maulana Saad. Dalam surat tersebut, mereka menyebutkan keprihatinan mereka terhadap kondisi Nizamuddin, pembicaraan kontroversialnya yang menyinggung Ulama, ideologinya yang Ghulu (ekstremisme) dalam dakwah, dll.
Surat itu ditandatangani oleh; Dr Khalid Shiddiqi, Bhay Faruq Ahmad Bengalore, Dr Tsanaullah, Prof Abdurrahman, Maulana Ismail Ghodrah, dan Maulana Abdurrahman.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 23
2015 November 5 – Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Seluruh masyaikh dan para penanggung jawab dunia berkumpul untuk bermusyawarah. Kebanyakan pertanyaan dari seluruh dunia adalah, mengapa masyaikh utama meninggalkan markas Nizhamuddin? Apa yang terjadi di sana? Dan tersebar isu bahwa surat Maulana Ibrahim, Maulana Ahmad Lat, Maulana Ya’qub dan Maulana Zuhair adalah palsu dan rekayasa, maka untuk menjawabnya, diputuslah Prof. Tsanaullah untuk membacakan langsung surat-surat tersebut di hadapan Maulana Ibrahim, Maulana Ahmad Lat, Maulana Ya’qub, Maulana Zuhair dan para masyaikh dari seluruh dunia.
Akhirnya, para peserta majelis sepakat bahwa sudah tidak ada jalan keluar lagi untuk meluruskannya, satu-satunya jalan adalah dengan menyempurnakan jumlah Syura Alami yang tersisa dua orang syura, sekaligus melengkapi syura markaz Nizhamuddin yang tinggal satu orang. Jalan in ditempuh dengan harapan semua permasalahan di dalam Tabligh ini bisa kembali dikendalikan oleh musyawarah. Semuanya dapat menahan diri, tunduk pada musyawarah, dan menjaga ijtimaiyat kerja dakwah. Hal ini sesuai dengan tradisi, syariat dan manhaj dakwah para Hadhratji terdahulu, yang telah berjalan hampir satu abad lamanya.
Terjadi sedikit keributan. Akhirnya semua Masyaikh mendatangi H. Abdul Wahab dan Maulana Saad, dan berkata bahwa saat ini tanggung jawab menyempurnakan jumlah Syura Alami ada di atas keduanya. Mereka berdua yang bertanggung jawab untuk menambahkannya. Disampaikan di dalam majelis itu kepada Hj Abdul Wahab dan Maulana Saad, “Silakan Anda berdua menentukan, Anda memanggil kami atau tidak memanggil kami. Silakan ambil pendapat dari siapa saja yang dianggap perlu. Atau tapa meminta pendapat siapa pun dari kami.” Maulana Saad diam saja. Kemudian Hj Abdul Wahab meminta kepada hadirin, “Baik. Sekarang kalian semua beristighfar, berdoalah kalian, dan biarkanlah aku yang tangani ini.” Semua setuju dan sepakat bahwa Hj Abdul Wahab yang menjadi faisalat untuk menyelesaikan masalah ini. Majelis itu pun bubar.
Sumber 1: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 19,20
Sumber 2: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 23
2015 November 15 – Kurang lebih setelah 12 hari. Diadakan musyawarah khusus di Haweli. Khusus yang hadir adalah syura-syura dari India, Pakistan dan Bangladesh. Lebih kurang 30 orang dari Raiwind, 20 orang dari Nizhamuddin, beberapa orang dari Bangladesh, dan 5 orang perwakilan dari orang Basti Nizhamuddin yang dipimpin oleh H Mumtaz.
Sumber: Maujudah Ahwal ki Wadhahat se Muta’alliq, hlm. 25
Setelah beristikharah, bermusyawarah dan meminta pendapat beberapa masyaikh senior, barulah Hj Abdul Wahab menulis dan menetapkan susunan Syura Alami melengkapi susunan Syura Alami yang telah dipilih oleh Maulana In’amul Hasan, yaitu: H. Abdul Wahab, Maulana Saad, Maulana Ya’qub, Maulana Ahmad Lat, Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Zuhairul Hasan, Maulana Nadzurrahman, Maulana Abdurrahman, Maulana Ubaidullah Khurshid, Maulana Dhiya ul Haq, Maulana Rabi ul Haq, Qari Zubair, Wasiful Islam.”
Ditandatangani oleh: Maulana Ya’qub, Maulana Ahmad Lat, Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Nadzurrahman, Maulana Ihsanul Haq, Dr Khalid Shiddiqi, Dr Faruq Ahmad, Prof. Tsanaullah, Prof. Abdurrahman, Maulana Ismail Ghodrah, Dr. Ruhullah, Bhay Bakht Munir, Choudry Muhammad Rofiq, Maulana Thariq Jamil.
Selain itu, ditetapkan juga bahwa susunan Syura Alami yang baru itu, adalah Syura Markas Nizhamuddin, dan berhak memutuskan seluruh urusan markas Nizhamuddin. Majelis ditutup dengan nasehat dari Maulana Ibrahim Dewla.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hIm. 19,20
Setelah ditutup, Maulana Saad menolak keras kedua opsi tersebut. Beliau menolak penetapan Syura Alami dan juga penetapan Syura Nizhamuddin. Maulana Saad menolak dan berkata lantang kepada H. Abdul Wahab, “Ini sama sekali tidak perlu! Saya tidak lapang hati dengan ini. Apa hakmu menentukan Syura Alami ini? Kamu tidak berhak sama sekali! Hal ini tidak patut dimusyawarahkan di sini. Ini harus dimusyawarahkan di Nizhamuddin!” H. Mumtaz yang ikut hadir dalam mejlis itu, langsung menyanggah dan berkata, “Kamu katakan ketika di Nizhamuddin, di sini tidak ada musyawarah, lalu sekarang kamu katakan musyawarah harus di sana, bagaimana ini?” Maulana Saad berkata, “Di sana (di markas Nizhamuddin) sudah ada syura.” Ketika ditanya siapa saja syura itu, Maulana Saad menjawab: “Kami pulang langsung akan dibentuk… Lalu Maulana Saad berkata kepada H. Abdul Wahab, “Saya tidak mau ikut kamu! Saya tidak mau ikut kamu!” H. Mumtaz (pengasuh Maulana Saad selama bertahun-tahun sejak kecilnya), betul-betul marah kepada anak asuhnya.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm 14
Kemudian ketika ditanyakan tentang pengakuan Maulana Saad bahwa ia adalah Amir Umat (peristiwa 23/8/2015), maka Maulana Saad mengingkarinya dan tidak mengakuinya. Namun ketika dikatakan kepada beliau bahwa mereka memiliki rekaman audio ucapan dan pengakuannya itu, barulah beliau berujar, ‘Saya terdesak dan saat itu suasana sangat ribut, sehingga saya terpaksa mengucapkan kata-kata itu..’
Inilah Dusta Maulana Saad Yang Pertama. Sikap penentangan Maulana Saad dan dustanya, yang awalnya tidak mengakui, tetapi kemudian mengakuinya setelah diajukan rekaman audionya, hal ini sangat mengejutkan seluruh masyaikh yang hadir. Dari situ, akhirnya terkuak, bahwa benarlah berita tentang ucapan-ucapan Maulana Saad yang mengikrarkan dirinya sebagai amir bagi seluruh umat, sehingga sejak awal ia menolak pembaharuan Syura Alami dan bersikukuh ingin menjadi amir Jamaah Dakwah dan Tabligh. Hal ini menyentak semua masyaikh yang hadir. Nasib usaha yang mulia ini benar-benar berada di hujung tanduk.
Sikap Maulana Saad ini hantaman duka yang langsung mewarnai majelis Haweli, Raiwind. Tidak ada seorang pun dari masyaikh yang tidak meneteskan air mata. Semua dilanda kesedihan yang mendalam. Suatu aib yang seharusya mustahil terjadi pada ahli dakwah. Aib yang seharusnya mustahil terjadi pada keluarga yang begitu banyak memiliki keutamaan. Seharusnya mustahil terjadi. Semestinya tidak demikian. Tidak ada pembenaran sedikit pun terhadap perbuatan yang mengangkat diri sendiri sebagai amir. Baik secara syar’i atau pun dalam sejarah Jamaah Dakwah dan Tabligh, apalagi disertaidusta.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 14
Penyempurnaan Syura Alami tetap dilakukan melalui Ijma’ musyawarah dengan faisalat H. Abdul Wahab. Sebelas nama tetap diputuskan sebagai ahli syura dan orang tua dalam usaha Dakwah dan Tabligh. Masing-masing membubuhkan tandatangan mereka.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hIm. 20
2015 November 16 – Masyaikh Nizhamuddin masih di Raiwind, tetapi Maulana Saad dan rombongannya pulang lebih dulu ke Delhi, India.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 11
2015 November 17 – Maulana Saad mengumpulkan seluruh kaki tangannya di markas Nizhamuddin, dan di hadapan mereka, beliau berkata; “Tidak ada pembentukan syura di sana (Raiwind). Saya sangat dihinakan di sana, di mana ada sebagian karkun Delhi yang ikut-ikutan di dalamnya. Kalian harus memboikot mereka dan para pengikut mereka.” Beliau sangat menampakkan sekali kemarahannya, sehingga beberapa hari tidak ada jamaah yang dibawa ke markas Nizhamuddin. Jamaah-jamaah lokal ditolak datang ke markas Nizhamuddin. In adalah sesuatu yang pertama kali terjadi dalam sejarah Tabligh di markas Nizhamuddin. Bahkan tidak hanya itu, Maulana Saad memerintahkan pada saat itu untuk diumumkan ke masjid-masjid dan ke muhalla-muhalla di sekitar Delhi agar untuk sementara waktu tidak ke markas Nizhamuddin dulu. Oleh sebab itu, sejak akhir November hingga awal Desember, markas Nizhamuddin sangat sepi pada malam markasnya. Markas Nizhamuddin hanya dipenuhi oleh tamu-tamu dari luar negeri. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 12
2015 Desember 6 – Ketika di musyawarah Raiwind Maulana Saad sangat keras menentang pembentukan syura Nizhamuddin, namun belum sampai sebulan berlalu, beliau membentuk syura Nizhamuddin sendiri. Beliau memasukkan anak beliau; MaulanaYusuf bin Saad di dalam jajaran Syura Nizhamuddin. Lima yang sudah diputuskan di Raiwind, ditambah lagi empat orang pilihannya. Dan amir musyawarahnya, hanya beliau sendiri. Tidak ada faisalat berganti- ganti. Susunan syura yang dibentuk oleh Maulana Saad ketika itu adalah: (1) Maulana Saad, (2) Maulana Ibrahim Dewla, (3) Maulana Ya’qub, (4) Maulana Ahmad Lat, (5) Maulana Zuhairul Hasan, (6) Maulana Yusuf bin Saad, (7) Maulana Abdus Sattar, (8) Miyaji Azhmat, (9) Dr. Abdul Alim.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 12
2015 Desember – Sepanjang bulan itu, lagi-lagi tanpa musyawarah, Maulana Saad mengganti beberapa penangung jawab di beberapa daerah dengan orang-orang pilihannya dan menon-aktifkan orang- orang lama yang tidak sejalan dengannya. Padahal dalam sejarah Jamaah Dakwah dan Tabligh, tidak ada yang namanya pemecatan penanggung jawab.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 12
Muncul isu dan fitnah lain yang dihembuskan oleh kaki-tangan Maulana Saad, bahwa orang-orang Gujarat; termasuk Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Ahmad Lat dan yang lainnya, ingin menguasai markas Nizhamuddin dan merebut kekuasaan dari Maulana Saad. Hal in adalah fitnah yang sangat dipaksakan dan tidak berdasar sama sekali. Karena jamaah Tabligh tidak pernah mempermasalahkan kaum, kedudukan, bangsa, bahasa, keturnan dan sebagainya. Suatu ajaran yang sudah berpuluh-puluh tahun telah mendarah daging dalam seluruh pekerja dakwah di seluruh dunia.
Sejak saat itu, bohong, dusta, fitnah, memutar balikkan fakta dan kekerasan sudah menjadi kebiasaan kaki-tangan Maulana Saad yang dilakukan t a p a takut kepada Alah. Peristiwa demi peristiwa terjadi, sehingga menjadi aib yang luar biasa bagi jamaah Dakwah dan Tabligh secara umum.
Sumber: Tablighi Markas Hadhrat Nizhamuddin Kuch Haqaiq, hlm. 13
2016 Juni 19 – 13 Ramadhan 1437 – Terjadi keributan di dalam markas Nizhamuddin. Pelakunya adalah para gangster khadim Maulana Saad yang telah menguasai markas Nizhamuddin. Dengan rencana yang rapi, lebih dahulu mereka mengirim orang -orang luar negeri keluar tasykil, dan yang selebihnya tidak boleh turun dari lantai atas. Pintu gerbang depan dikunci dari dalam. Saat itu, jamaah baru selesai Ifthar. Tiba-tiba seratusan orang gangster yang sedang khidmat itu menyerbu dan memukuli dengan tongkat siapa pun yang dianggap tidak sejalan dengan Maulana Saad. Tidak ada lagi akhlak, ikram, kasih sayang, mahabbah dan memuliakan orang muslim. Beberapa kamar masyaikh diobrak-abrik hingga hancur perabotannya. Tidak kurang dari 15 orang menyerbu rumah Maulana Zuhair dan merusaknya. Pintu dipukuli hingga hancur. Ada yang menyerbu ke lantai satu, di mana terdapat deretan kamar Maulana Ya’qub dan Maulana Ibrahim Dewla. Ada dua kamar di deretan kamar tersebut yang dihancurkan kunci gembonya dan hilang segala isinya. Termasuk kamar tamu Maulana Ahmad Lat. Sesatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah markas Nizhamuddin yang berpuluh-puluh tahun senantiasa dipenuhi dengan cahaya keruhanian dan ketentraman, tiba-tiba menjadi panas, brutal, dan tidak terkendali. Cahaya itu berganti menjadi luapan emosi, cacian dan makian. Sangat jelas, iblis dan setan menguasai para pelakunya. Darah berceceran di mana-mana. Korban-korban bergelimpangan. Keluarga para masyaikh meringkuk kengerian. Jeritan para wanita dan tangisan anak-anak ketakutan terdengar dari dalam komplek markas Nizhamuddin. Maulana Zuhair sendiri tidak bisa keluar sekedar untuk mengimami di masjid Quraisy. Sampai-sampai tidak ada yang berani keluar untuk sahur pada malam itu di markas Nizhamuddin. Dan kebrutalan belum terhenti. Tidak hanya di dalam masjid, para perusuh itu langsung menuju jajaran toko-toko di luar masjid Banglawali Nizhamuddin. Setiap toko yang berhubungan dengan Gujarat, atau milik orang Gujarat, maka akan dirusak dan dihancurkan. Keributan tersebut menyebabkan beberapa orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit, bahkan beberapa orang sangat parah sehingga harus masuk ICU. Sungguh biadab dan berdosa besar para pelakunya dan orang yang menjadi otak segala kebrutalan ini. Polisi datang. Masjid Banglawali ditutup untuk sementara. Dalam keterangannya, Maulana Saad menyatakan bahwa itu adalah perbuatan orang-orang luar yang berkelahi di luar masjid dan dibawa ke dalam masjid. Penjelasan yang tidak sesuai dengan keterangan para saki mata apalagi para korban. Wallahu a’lam.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 13
2016 Juni 20 – Liputan koran dan media langsung dipenuhi dengan berita ‘Nizhamuddin Berdarah’. Sehari pasca Nizhamuddin berdarah, setelah mengetahui bahwa sebagian kamarnya dirusak oleh para gangstar itu. Maulana Ahmad Lat langsung keluar dan meninggalkan Banglawali masjid, Markas Nizhamuddin.
Salah satu korban dari keluarga Maulana Ubaidillah Belyawi rah membuat pernyataan melalui audio tentang kejadian tersebut. Dengan memandang kejadian yang demikian jahat dan sangat berbahaya ini, yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah di markas Nizhamuddin, seluruh ulama India dan seluruh kaum Muslimin, menangis dan mengutuk keras atas kejadian tersebut. Mereka murka kepada para pelakunya dan otak pelakunya, walau pun itu adalah keluarga mereka sendiri. Kesucian jamaah Dakwah dan Tabligh sudah tercemari. Keagungan markas Nizhamuddin telah runtuh oleh keangkuhan dan ambisi seseorang yang tergoda oleh nafsu dan dendam.
Beberapa ulama datang secara khusus kepada Maulana Saad, diantaranya: Mufti Abul Qasim Nu’mani, Maulana Salimullah Khan, Maulana Salman Nadwi putra Syaikh Maulana Abul Hasan Ali Nadwi. Bahkan Maulana Arsyad Madani sampai membatalkan sunnah Iktikafnya pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dan menjumpai Maulana Saad demi menyelesaikan masalah ini. Mereka adalah tokoh-tokoh ulama penting di India pada masa sekarang ini, namun mutiara-mutiara nasehat dari mereka tidak digubris sedikit pun dan terpaksa menjadi sia-sia di hati Maulana Saad, mereka semua harus kembali dengan kekecewaan yang mendalam.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 13,14
2016 Juli 17 – Kesabaran para masyaikh sudah di ambang batas. Berbagai cara teguran dan nasehat langsung tidak dipandang sama sekali oleh Maulana Saad. Para masyaikh pun mencobanya dengan menulis surat teguran yang ditujukan kepada Maulana Saad. Diantara isi surat tersebut adalah sebagai berikut:
“Aura dan keagungan Nizhamuddin selama satu abad ini telah disabotase dengan adanya situasi belakangan ini. Pertentangan ini diisukan sebagai pertarungan kepemimpinan antara dua orang dan pengikutnya masing-masing, padahal yang sebenarnya adalah pertentangan antara pola kerja yang benar (manhaj) di satu sisi, dengan pendirian satu orang saja di sisi lain. Sudah sekian lama kita telah berusaha menyelesaikan masalah ini, tetapi sekarang ini para pemuja anda telah menyerahkan persoalan ini kepada sekelompok orang yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan pemikiran anda dan mereka mengancam dengan penganiayaan fisik siapa pun yang tidak mau tunduk patuh kepada pemikiran-pemikiran anda itu. Inti permasalahannya, bahwa orang-orang lama dari periode Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan memohon agar usaha tetap berjalan sesuai dengan pola kerja semula (yaitu periode Maulana Ilyas, Maulana Yusuf dan Maulana In’amul Hasan), di bawah pengawasan Syura. Sementara para pemuja anda ingin memaksakan pendirian kepemimipinan keamiran anda.”
“Maulana Ilyas merasa tidak nyaman jika usaha ini diteruskan di bawah keamiran satu orang. Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kekurangan, dan dengan berjalannya waktu, kekurangan ini akan semakin berkembang. Solusi permasalahan saat ini, sebagaimana yang disarankan oleh Maulana Ilyas, adalah dengan keberadaan suatu Jamaah khusus, yang di bawah bimbingan dan pengawasannyalah usaha ini terus berjalan. Inilah pandangan serta pendirian kami semua, para orang lama dari berbagai provinsi dan orang-orang lama dari manca negara. Anda telah memulai beberapa hal yang tidak ada pada periode-periode orang tua dakwah kita dahulu. Kami telah meminta perhatian Anda berulang kali terhadap hal ini, sehingga masalah ini sudah memecah belah kita dan usaha ini juga terbelah. Terjadi pertentangan di setiap propinsi dan diprakarsai di setiap masjid. Semoga Allah menyelamatkan kita dari ancaman yang telah diperingatkan kepada kita oleh Maulana Ilyas menjadi kenyataan, yaitu: ‘Jika ushul-ushul usaha ini dilanggar, maka fitnah-fitnah yang seharusnya wujud berabad-abad dari sekarang, akan wujud dalam hitungan hari’. Tanda-tandanya sudah nampak di ufuk.
Kedua, Anda sudah memulai menyampaikan pernyataan-pernyataan dalam bayan-bayan anda yang bertentangan dengan madzhab (maslak), dan mayoritas (jumhur) ulama salaf terkenal, dan pernyataan-pernyataan tersebut diulang-ulang dan ditiru oleh para pemuja anda. Oleh sebab itulah para alim ulama sangat khawatir ke arah manakah usaha ini menuju. Padahal dalam hal madzhab dan masail (fiqih) sepatutnya kita mengikuti jumhur ulama. Bayan-bayan anda juga berisi kritikan terhadap institusi-institusi agama dan pribadi-pribadi muslim. Dalam usaha ini, para orang tua kita selalu menasehati agar menghindari segala capan yang mengkritik, merendahkan, dan membandingkan. Sehingga orang tua kita mampu membawa semua orang dan semua kalangan ke dalam usaha ini. Kita senantiasa berhajat kepada dukungan dan doa orang-orang yang bertakwa.
Sebagai penutup, dengan segala rendah hati, kami ingin menyatakan bahwa Allah telah menghidupkan kembali usaha ini melalui Maulana Ilyas, dan Maulana Yusuf telah menjelaskan setiap aspek dari usaha ini dalam cahaya al-Qu’ran, Hadits dan kehidupan para Sahabat ra, dan Maulana In’amul Hasan telah menatadan menetapkan pola usaha ini dengan sangat baik. Kami berazam untuk menjalankan usaha ini dengan pola yang sama, tapa perubahan, sebagaimana yang telah ditetapkan para orang tua dakwah kita itu. Jika dirasa perlu untuk ditambah suatu apa pun dalam usaha ini, maka perubahan itu harus dilakukan melalui kesepakatan bulat suara Syura dari tiga negara (India, Pakistan, dan Bangladesh).
Kita sudah berada di akhir-akhir hayat kita dan bersama ini kami ingin menyatakan bahwa kami tidak setuju dengan keadaan yang ada pada hari ini, sebab itulah kami sudah tidak lagi menghadiri musyawarah tiga bulanan. Kami ingin agar usaha ini tetap dijalankan di bawah pengawasan Syura sebagaimana yang sudah berjalan selama ini, jika tidak, maka orang-orang lama di negeri ini tidak akan bisa menjalankan usaha ini dengan cara yang anda kehendaki. Namun demikian, kami akan terus buat usaha di daerah kami masing-masing. Usaha dakwah adalah maksud hidup kami, Tabligh in adalah maksud dan kebulatan tekad hidup kami, dan Nizhamuddin adalah tanah air kami. Jika keadaan sudah membaik Insya Allah kami akan segera kembali ke Nizhamuddin. Kini keadaan di seluruh dunia secara mum dan di neger kita khususnya telah berubah, sehingga para ahbab dalam perkumpulan mereka, bukannya sibuk dengan pikir usaha dakwah, melainkan sibuk membicarakan situasi di Nizhamuddin. Judul setiap pertemuan adalah Nizhamuddin. Semoga Alah mengangkat penderitan hati kita ini dan kembalikan kita kepada jalan yang benar dengan pikir usaha agama. Amin.
Ditandatangani Oleh: Maulana Ismail Ghodrah, Maulana Abdurrahman Mumbay, Maulana Utsman Kakosi, H. Faruq Ahmad Banglore, Muhsin Utsmani Luknow, Prof. Tsanaullah
Khan Aligarh, Prof. Abdurrahman Madrasi.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Ki Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 33, 34
2016 Juli 18 – Muncul surat pernyataan Maulana Zuhairul Hasan,di mana beliau telah mendapatkan perlakuan kasar dan tidak menyenangkan karena dituduh berambisi ingin mendapatkan jawatan Amir Jamaah Tabligh sebagai pengganti ayahnya, sehingga ia menulis surat pernyataan ini, bahwa dirinya sama sekali tidak ada keinginan ataupun hasrat untuk menjadi Amir Jamaah Tabligh.
Sumber: Dakwah wa Tabligh Ki Azhim Mehnat ke Maujudah Halat, hlm. 32
Dengan berjalannya waktu, akhirnya diketahui bahwa keinginan untuk mendapatkan jabatan Amir Jamaah Tabligh ini datang bukan dari dua arah, tetapi justru datang dari satu arah saja (Maulana Saad). Dengan karunia Allah, dengan sendirinya Allah membersihkan nama baik Maulana Zuhair dari fitnah yang jahat ini.
Sumber: Ahwal wa Atsar, hlm. 78
2016 Agustus 12 – Pada awalnya, memandang beberapa rekan dari masyaikh dan orang-orang lama sudah meninggalkan Nizhamuddin, Maulana Ibrahim Dewla masih berharap bisa menyelamatkan usaha dakwah di markas Nizhamuddin. Namun disebabkan kondisi yang sudah tidak bisa diharapkan lagi, maka Maulana Ibrahim Dewla pun membuat keputusan untuk keluar dari markas Nizhamuddin.
Sebelumnya beliau telah mendapatkan teror yang luar biasa dari anak buah Maulana Saad. Beliau kerap didatangi dan diajukan pertanyaan; “Maulana, jika tidak betah di sini (markas Nizhamuddin), mengapa tidak keluar saja?” Akhirnya, ketika beliau memutuskan untuk keluar meninggalkan markas Nizhamuddin, para gerombolan itu datang dan mengancam Maulana Ibrahim agar keluar dengan diam-diam dari Nizhamuddin, tidak membuka kejadian di markas Nizhamuddin, dan agar membuat alasan sakit sebagai alasan keluarnya beliau dari Nizhamuddin. Namun Maulana Ibrahim Dewla menolak tegas semua tipu daya mereka itu.
Sumber: Tablighi Markas Hadrat Nizhamuddin Dehli Kuch Haqaiq Kuch Waqiat, hlm. 14
2016 Agustus 15 – Muncul surat dari Maulana Ibrahim Dewla. Isinya menegaskan bahwa semua kabar angin yang menyebutkan bahwa beliau keluar dari Nizhamuddin karena sakit adalah dusta dan sama sekali tidak benar. Alasan beliau keluar dari markas Nizhamuddin bukan karena sakit, walaupun memang diri beliau dalam kondisi sakit.
Sumber: Surat Maulana Ibrahim Dewla
2016 Agustus 27 – Maulana Ya’qub, sebagai pengajar Pondok Pesantren Kasyiful Ulum, markas Nizhamuddin yang paling berumur, yang telah menjadi guru Maulana Saad bahkan guru Maulana Harun, pun akhirnya menulis surat teguran dan penjelasan kepada Maulana Saad.
Sumber: Surat Maulana Yaqub
2016 November 13 – Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Seluruh masyaikh datang kecuali Maulana Saad. Berbagai undangan dan rayan dilakukan untuk menghadirkan Maulana Saad ke Ijtima’ Raiwind agar segera terselesaikan berbagai masalah yang terkini, namun beliau menolak untuk hadir.
Dii hadapan para masyaikh dari Nizhamuddin, Kakrail, dan Raiwind yang berkumpul, H. Abdul Wahab mengatakan: “Saya telah merenungi ucapan (Maulana) Saad yang mengatakan bahwa ‘Saya Amir’. Saya menjadi takut. Saya mulai berdoa. Apabila ini tercetus di dalam hatinya; ‘Saya besar’, maka (keberkahan) keluarga ini akan hilang.
Sumber: Ucapan Hj Abdul Wahab Raiwing Ijtema 2016
2016 November 28 – Darul Ulum Deoband akhirnya atas pertimbangan keselamatan agama, umat dan kelangsungan kerja dakwah secara benar dan baik, maka Darul Ifta Darul Ulum Deoband mengeluarkan surat resmi berkenaan dengan beberapa pernyataan Maulana Saad dalam bayan-bayan beliau. “Terdapat beberapa poin yang dikritik dari bayan-bayan Maulana Saad, tetapi yang utama ada tujuh poin. Secara garis besar adalah sikap Ghuluww terhadap usaha dakwah ini, misalnya; menyatakan bahwa usaha Nabi SAW dan para sahabat hanyalah Jamaah Tabligh saja. Padahal perintah dan amalan dakwah telah dipahami oleh seluruh ulama dan para masyaikh Tabligh sendiri sebagai perintah umum untuk menghidupkan agama. Dan para masyaikh, muhaddits, fuqaha, aulia, mushannif, dari zaman ke zaman telah menghidupkan agama ini melalui bidang mereka masing-masing.
Selama ini Darul Uluum Deoband mendukung Jamaah Tabligh. Dan prinsip masyaikh Tabligh yang diajarkan oleh Maulana Ilyas adalah menghargai seluruh usaha agama yang dilakukan oleh berbagai pihak. Sayangnya hal in tidak diikuti oleh Maulana Saad. Beliau banyak meremehkan, merendahkan kerja-kerja agama yang lainnya.
Sila lihat: Fatwa Darul Ulum Deoband
2016 November 30 – Maulana Saad memulai proses Rujuk dengan menjawab surat dari Darul Ifta Darul Ulum Deoband sebanyak empat halaman. Isinya adalah dalil-dalil yang beliau ajukan atas capan-ucapan beliau yang telah dikritisi oleh banyak pihak.
Sila Lihat: Rujuk Maulana Saad
2016 Desember 3 – Majelis Fatwa Pesantren Mazhahir Ulum Saharanpur ikut mengeluarkan surat peringatan kepada Maulana Saad sebagai dukungan terhadap surat Darul Ifta Darul Ulum Deoband. Ditandatangani oleh 8 masyaikh dan petinggi Mazhahir Ulum Saharanpur, termasuk di dalamnya oleh Maulana Salman Saharanpuri mertua Maulana Saad.
2016 Desember 20 – Darul Ulum Syah Waliyullah juga mengeluarkan pernyataan dan ditandatangani oleh 11 masyaikhnya.
2016 Desember – Muncul Surat Pernyataan alim ulama kawasan Belgaum, Karnataka, India. Ditandatangani oleh 137 masyaikh, 20 pimpinan pesantren, 64 alim ulama dan hafiz, 74 ulama yang telah keluar satu tahun.
2016 Desember – Maulana Saad mengirim utusan ke Darul Ulum Deoband. Melakukan lobby kepada jajaran pengurus Darul Uluum Deoband. Beliau mengakui kesalahannya, namun tetap menyertakan dalil-dalil untuk membela kesalahannya.
Sumber: Mufti Abdul Malek – Dawah dan Tabligh Krisis Saat Ini
Sila lihat: Rujuk Maulana Saad – Adakah beliau benar membuat Rujuk?
2017 September – Menjelang Ijtima’ Tongi Bangladesh, beberapa utusan Bangladesh yang terdiri dari alim ulama, perwakilan pemerintah, ahli syura Kakrail mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh ulama Darul Ulum Deoband dan diputuskan dalam musyawarah tersebut, bahwa mereka melarang Maulana Saad hadir ke medan ljtima Tonggi kecuali dengan syarat:
(1) Membawa Maulana Ibrahim dan Maulana Ahmad Laat bersama-sama ke Tonggi Ijtima.
(2) Berdamai / rujuk dengan pihak Darul Ulum Deoband.
Sumber: Inkisyaf Haqiqat, hlm. 22
2017 November 11 – Ijtima’ Raiwind, Pakistan. Maulana Saad tidak hadir. Utusan Nizhamuddin yang datang adalah Maulana Syaukat, Mufti Syahzad, dan Bhay Mursalin. Hj Abdul Wahab mengumpulkan penanggung jawab dan syura seluruh dunia di markas Raiwind. Berkumpul lebih kurang 500 orang penanggung jawab seluruh dunia. Tepat pukul 11.00 waktu Pakistan, H Abdul Wahab memberikan penjelasan tentang ikhtilaf. Setelah membacakan surat beliau yang berisi beberapa malfuzhat Hadhratji Maulana Yusuf, Beliau berkata, “Orang-orang yang tinggal di markas Nizhamuddin sekarang ini hendaknya bertaubat dan beristighfar. Kalian jangan pergi ke Nizhamuddin. Saat ini markas Nizhamuddin sudah jauh berbeda. Nizhamuddin sudah banyak dikendalikan oleh orang-orang yang tidak keluar di jalan Allah. Bahkan Saad pun tidak pernah keluar 40 hari di jalan Alah.”
Sumber: Kenyataan Hj Abdul Wahab, Raiwing Ijtema 2017
2018 Januari 5 – Pertemuan antara alim ulama, ahli syura Kakrail, pemerintah Banglades. Telah diputuskan bahwa Maulana Saad tidak boleh menghadiri Tongi ljtima’ kecuali dengan syarat:
(1) Rujuk dengan Darul Ulum Deoband
(2) Membawa serta Maulana Ibrahim Dewla dan Maulana Ahmad Lat
(3) Menerima keberadaan Syura Alami yang dibentuk pada bulan November 2015 di Raiwind.
Sumber: Inkisyaf Haqiqat, hlm. 24
2018 Januari 10 – Maulana Saad telah dilarang datang ke Ijtima’ Tonggi Bangladesh. Namun beliau memaksakan diri datang ke Bangladesh dengan menggunakan visa touris dari Thailand. Alim ulama dan masyarakat umum, memprotes kedatangan Maulana Saad. Ribuan ulama dan masyarakat memblokir semua jalan keluar airport Hazrat Syahjalal, Dhaka. Mereka menolak kedatangan Maulana Saad ke Tonggi Ijtima’ ataupun ke Bangladesh.
Wasiful Islam membawa Maulana Saad keluar dari bandara Dhakka dari jalan belakang ke markas Kakrail. Ribuan alim ulama dan masyarakat umum mengepung markas Kakrail. Memblokir semua jalan keluar dari markas Kakrail menuju medan Ijtima’ Tonggi. Menolak kedatangan Maulana Saad ke medan Ijtima’ Tonggi dan menghendaki agar Maulana Saad segera meninggalkan Bangladesh.
Sumber: Dhaka Tribune
2018 Januari 11 – ljtima’ Tonggi, Bangladesh bagian pertama. Ijtima’ Tonggi yang ke-53. Terjadi keributan dan gelombang protes yang luar biasa berkenaan dengan rencana kedatangan Maulana Saad ke medan ijtima’ Tonggi. Pemerintah Bangladesh melarang Maulana Saad dan jamaahnya keluar dari markas Kakrail dan melarang merkea mengunjungi medan Ijtima’ Tonggi.
2018 Maret 20 – Atas pertanyaan dari berbagai negara mengenai penyebab sebenarnya terjadinya Ikhtilaf yang melanda saat ini dan bagaimana solusinya, maka para masyaikh membuat pernyataan yang isinya demikian:
“Bahwa solusinya bertumpu pada satu orang individu, yaitu:
(1) Maulana Muhammad Sa’ad hendanya menerima Syura di hadapan seluruh Syura dan menerima faisalat berganti-ganti diantara Syura.
(2) Usaha dakwah harus tetap pada cara ketiga Hadhratji; Maulana Muhammad Ilyas, Maulana Muhammad Yusuf, dan Maulana In’amul Hasan, semuanya telah dijelaskan dan dilaksanakan dalam amalan. Maulana Sa’ad seharusya tidak memulai cara-cara baru dalam usaha dakwah ini tapa persetujuan Syura, dan dia harus menghentikan hal-hal bar yang telah dia mulai tapa persetujuan Syura.
(3) Maulana Saad hendaknya berhenti mengucapkan kata-kata yang membuat para Akabir Deoband keberatan, dan dia harus menahan diri untuk tidak mengatakan lagi ucapan-ucapan seperti itu. Dia harus melakukan apa pun demi menenangkan para Akabir Deoband.”
Ditandatangani oleh: H. Abdul Wahab, Maulana Ibrahim Dewla, Maulana Zuhairul Hasan, Maulana Abdurrahman Mumbai, Maulana Ubaidullah Khurshid, Bhay Hashmat Ali, Chaudhry Muhammed Rafiq, Maulana Muhammed Yaqub, Maulana Ahmed Laat, Maulana Nazur Rahman, Maulana Zia ul Haq, Maulana Utsman Kakosi, Maulana Ihsanul Haq, Maulana Ahmed Batlah, DR Ruhullah, Bhay Babar Javed, Mian Muhammed Anwar, Bhay Irshad Ahmed, Bhay Fida Muhammed Piracha, Prof. Muhammad Shahid, Bhay Bakht Munir, Bhay Sultan Iqbal, Bhay Naushad Baig, Bhay Muhammed Ali, Dr. Manzur Ahmed.
Disambung lagi…